Kemarin pagi
seorang sahabat lama mengajakku bertemu di sebuah mall, meminta untuk
menemaninya ke salah satu butik baju muslim di mall tersebut siang nanti, dan
tanpa berpikir panjang aku meng iya kan ajakannya. Dengan bekal ilmu kalau
pasar adalah tempat yang disukai oleh jin dan dengan bujuk rayu yang
dilancarkan oleh setan, aku tidak berpikir dua kali. Entah akan berapa banyak uang
yang kuhabiskan. Uang yang jika aku mampu berpikir dua kali, takkan habis untuk
hal yang sia-sia.
Jadilah siangnya, aku menemaninya ke
mall tersebut. Menunggunya di depan mall dan melihat wajahnya penuh senyum
menghampiriku yang menunggunya selama 15 menit membuat segala kerinduan yang
kemarin membuncah, menguap begitu saja. Tergantikan kebahagiaan tiada tara
karena Allah pertemukan kembali dengan salah seorang hambanya yang berhasil
membuat bidadari surga cemburu padanya karena ia mampu membuktikan cintanya pada
rabbnya, salah satunya dengan menutup auratnya secara sempurna.
“afwan ya da tadi angkotnya ngetem
lama banget jadi aku telat. Salahku juga sih gak berangkat lebih awal.” Ucapnya
setelah kami bersalaman. Mendengarnya mengucap ‘afwan’ membuat kecintaanku
padanya makin dalam. Ia sudah mengerti, dan aku bahagia karenanya.
“iya gakpapa kok, aku juga belum
terlalu lama nunggu. Yuk masuk!” ajakku sambil berjalan menuju pintu masuk
“emang mau beli baju kayak apa sih? Bukannya
gamismu udah banyak? Khimarmu juga udah lebih dari dua lusin kan?” tanyaku saat
kami menaiki eskalator menuju lantai dua, tempat butik itu berada
“hehe iya tapi ada gamis yang
kutaksir da, habisnya lucu modelnya” jawabnya sambil nyengir
“eh, da! Kamu juga beli ya? Kita kembaran!”
serunya sebelum aku sempat mencerna apa tujuan sebenarnya dari gadis ini saat
ia memutuskan untuk menutup seluruh auratnya dengan jilbab dan akhirnya pikiran
itu menghilang begitu saja.
“eeh? Enggak deh yaaa. Cukup kamu
aja. Nanti kalau aku cocok sama modelnya, baru aku ikut beli, tapi bilang ummi
dulu.” Bukannya aku gak mau langsung beli, tapi memang aku gak pernah beli baju
tanpa ummiku. Bukan karena aku gak bisa milih baju buat diriku sendiri, tapi
lebih karena apa yang aku lihat bagus buatku, terkadang cuma fatamorgana. Sampai
saat ini, cuma ummi yang tahu apa yang terlihat bagus untuk kukenakan.
Tak lama, kami pun sampai di butik
yang dituju sahabatku dan aku cukup terkejut karena ternyata butik itu lebih
dari ramai, sesak! Setelah berdebat cukup panjang dan dengan mengemukakan
alasan-alasan yang tak mungkin terjadi dan dilepas dengan wajah cemberut dan
paksaan untuk bersumpah agar aku tak ngeloyor pergi ke toko buku, aku berhasil
meyakinkan sahabatku untuk masuk kedalam seorang diri dan aku menunggunya
dengan tulus di luar butik. Duduk di atas kursi plastik berwarna biru, khas
kursi yang berada di warung-warung pecel lele pedagang kaki lima di pinggir
jalan. Kursi yang diatur sedemikian rupa agar mudah diangkut kembali saat
satpol pp datang tiba-tiba untuk merazia.
Baru sepuluh menit aku duduk disana,
ada dua orang remaja putri masuk kedalamnya dengan wajah sumringah. Yang satu
berkerudung biru muda dan yang satu hijau muda, dilihat dari tingkahnya, sepertinya
masih SMA. Luar biasa, masih SMA tapi sudah menutup auratnya dengan sempurna.
Belum
puas aku mengagumi keadaan pemuda muslimah saat ini, gadis berkerudung biru
muda berkata pada temannya
“La, yang ini lucu bangeeeet”
katanya sambil memegang khimar bermotif bunga kecil-kecil berwarna warni, khas
baju anak TK. Ooo, nama temannya ada “La” nya, Lala kah? Mila? Dila? Haha aku
mendadak tersenyum memikirkan betapa
kurang kerjaannya diriku.
Tapi senyumku kemudian hilang saat “La” berkata
“iyaaaaa, beli aja! Pasti si X langsung klepek-klepek
ngeliat lo pake kerudung ini.”
APAAAA?!!! Si X? cowok? Seketika lidahku kelu,
pikiranku membeku. Bagaimana bisa? Lantas aku memutar kembali ingatanku. Saat berdiri
di eskalator, saat sahabatku bilang kalau dia naksir salah satu gamis yang
katanya modelnya lucu. Dan tanpa pikir panjang aku masuk ke dalam butik itu dan
menarik sahabatku keluar. Dengannya yang melayangkan protes, aku hanya bilang
aku ingin pergi ke kamar kecil dan memintanya diam dan menemaniku.
Di kamar
kecil, aku memandangnya dan bertanya
“sebenarnya, apa yang kamu pikirkan saat memutuskan untuk
berjilbab syar’i?” tanyaku yang tak tahu rasanya membuka auratku di depan
mereka yang bukan mahramku karena dari bayi, ummi dan abi menjagaku.
Sahabatku heran, lantas menjawab “untuk menaati perintah
Allah lah da, kan kamu sendiri yang bilang waktu itu.” Aku terdiam, membenarkan
perkataannya tapi meragukan jawabannya
“yakin karena Allah? Kalau karena Allah lantas untuk apa
baju-baju lucu yang kamu beli? Untuk memikat siapa? Untuk membuat siapa
memujimu?” cecarku kepada sahabatku yang kemudian terdiam dan terlihat berpikir
“aku begitu senang melihatmu berubah, begitu senang saat kau
memberitahuku bahwa hidayah telah datang padamu dan akhirnya kau menutup
auratmu secara sempurna sesuai dengan aturan yang ditetapkannya. Aku begitu
bahagia saat banyak bertebaran muslimah-muslimah lain yang sepertimu. Hijrah,
menutupi seluruh auratnya secara sempurna. Aku begitu dibutakan dengan banyaknya
mereka yang berlomba-lomba datang ke kajian tentang islam, begitu terpukau
dengan mereka yang berlomba-lomba memanjangkan jilbabnya, bahkan tak jarang
memakai niqab tak lama setelah mereka memutuskan berjilbab syar’i. Aku begitu
bangga. Tapi tak pernah berpikir mengapa. Aku kira, penjelasan bahwa hidayah
telah menghampiri mereka saja, sudah cukup untuk membuatku beristirahat sejenak
dari penatnya menyampaikan makna dari QS Al-Ahzab:59 dan QS An Nur:31. Tapi ternyata
tidak. Obrolan dua remaja tadi menamparku hingga terjengkang. Dimana aku saat
banyak muslimah berhijab bukan karena Allah? Dimana aku saat banyak muslimah
tak tahu menahu apa arti dari jilbab? Apa arti dari menutupi dan melindungi
kehormatan dan kemuliaan mereka?” dan aku menangis setelah mengutarakan apa
yang kupikirkan. Membuat sahabatku yang mendengarkannya terpana sekali lagi.
dan aku tak peduli. Aku tak peduli saat dia memelukku dan berkata
“kau benar, da. Aku berjilbab bukan
karena Allah memintaku untuk menutupi auratku dan membantu para laki-laki
menundukkan pandangannya.”
Dan satu hal yang terus menerus
kupikirkan, apa aku yang hina ini berjilbab karena IA memintaku untuk menjaga
kemuliaan dan kehormatanku serta membantu para laki-laki menundukkan
pandangannya?
didedikasikan untuk bidadari-bidadari yang kepandaiannya menjaga dirinya membuat bidadari-bidadari surga cemburu, semoga menjadi pengingat saat bisikan setan membuat diri khilaf. Allah bersamamu, selalu
Terharu baca nya, Rifdaaah :")
BalasHapus