Pages

Minggu, 19 Maret 2017

Kita? Bukan, aku, kamu.

Nanti, akan tiba saatnya kau baik baik saja.
Menanyakan kabarku, bertegur sapa denganku.
Nanti, akan ada saatnya semua luka seolah tak pernah ada.
Semua kenangan pahit seolah tak pernah tercipta. Ibarat mimpi yang ketika kau bangun, terlupakan.
Nanti, akan ada saatnya kau baik baik saja.
Bercengkrama denganku, tertawa terpingkal.
Nanti.
Saat semua rasa yang dulu menjatuhkanmu ke dalam jurangmu sendiri karena aku, musnah.
Saat semua rindu yang terpupuk akibat rasa yang tak berbalas, teralihkan pada sosok lain yang jauh lebih mengerti kamu, dibanding aku.
Nanti.
Dan sambil menunggu itu terjadi, aku hanya akan diam melihatmu bertingkah.
Menghindari hadirku, menghindari suaraku, menghindari segalanya tentangku.
Kau melupakan aku.
Bukan, bukan. Menurutku, kau tak harus melupakan aku.
Kau hanya perlu menerima.
Bahwa aku pernah singgah di hatimu dan kamu, masih berdebar saat membauiku.
Kau hanya perlu menerima.
Bahwa melupakanku tak semudah yang kau kira.
Pun, aku.
Aku pernah mencoba melupakanmu.
Tapi yang kudapat justru ingatan tentangmu yang semakin menguat. Mendesakku memintamu tetap tinggal saat ku bilang kita cukup sampai di sini.
Lalu, aku mencoba menerima.
Bahwa dari dulu, aku yang salah.
Dulu sekali saat membuka pintu hatiku sembarangan, menghidangkanmu kudapan.
Aku mencoba menerima.
Bahwa sampai saat ini, aku masih berdebar saat membauimu.
Tapi, jika pun ada kesempatan bagi aku dan kamu untuk menjadi kita, lagi.
Aku tak akan mengambilnya.
Kau pun harus begitu.
Biar, biar saja kita tak ada lagi.
Tapi tak bisa kau menjauh, pun aku.
Semakin kau menjauh, semakin kau terikat, pun aku.
Maka saranku, biarlah.
Biar hati kita yang kembali menyapa satu sama lain sebagai aku dan kamu, bukan kita.