Pages

Jumat, 27 Maret 2015

Blank space

Eberybody has a blank space on their mind, right?
Bangun tidur pagi pagi buta lalu terdiam, mengosongkan pikiran beberapa detik kemudian, mengucap hamdalah karena masih diberi izin untuk hidup
Setelah hamdalah, diam, lantas melangkahkan kaki untuk berwudhu ditengah hembus angin pagi dengan rasa malam yang menelusup lewat celah celah kecil diatas pintu dan jendela-jendela yang dilapisi pelindung nyamuk
Membuat bulu roma berdiri lantas mengusapnya, mengurangi dingin yang sebenarnya tak berkurang
Memakai mukena dan bersujud, setelahnya diam lagi
Menikmati hening pagi yang belum tercemar kokok ayam atau kicau burung
Mendengar deru angin yang lembut menyapa pintu dan jendela
Lalu memejamkan mata
Seringkali, saat saat itu mengingatkan akan banyak hal
Membuat berjuta pertanyaan yang sejatinya menggelayut ringan menjadi berat dan menuntut jawaban
That blank space, make you different.
Kadang blank space mu membuatmu terasing dari orang orang yang mengelilingimu
Memaksamu terdiam dan tak memikirkan apapun saat yang lain tertawa terbahak
Membenak
Aku ini apa
Siapa
Mengapa aku ada di sini
Untuk apa
Lalu semua pertanyaan itu membuyar
Begitu saja saat seseorang menyentuhmu
Menyadarkanmu bahwa
Kau hidup di dunia dengan berjuta kepingan milikmu di tangan orang lain
Kau hidup
Begitu saja seolah tanpa rencana
Lalu menanggung beban berat kehidupan
Kehidupan yang memang tak pernah kau minta tapi tuhanmu, dengan baik hati memberinya padamu
Bukan pada seekor kupu kupu atau sebatang pohon
Bukan pada tetes air hujan atau butiran pasir di laut
Melainkan, padamu
Yang seringkali mempertanyakan dimana IA saat kau jatuh dan berdarah
Yang seringkali menolak segala kebaikan yang IA takdirkan untukmu
Tanpa sedikitpun tahu apa yang terbaik bagimu
Kau memang tak pernah meminta kehidupan
Tapi bersyukurlah
Karena mendapat kehormatan sebagai makhluk paling mulia dan sempurna
Dan kesempatan menjadi calon penghuni surga
Maka gunakanlah
Kesempatan yang tuhanmu beri padamu untuk menjadi seorang penghuni surga
Gunakan dengan baik
Jangan biarkan keragu raguan menghinggapimu hingga membuatmu berpaling
Jangan biarkan mereka yang usil mengomentari segala hal tentangmu, membuat kesempatanmu menjadi seorang penghuni surga, menguap begitu saja menghampiri orang lain
Ya, blank space mu harus kau manfaatkan sebaik kungkin
Bukan untuk mencari pertanyaan atau jawaban dari pertanyaan pertanyaan yang belum waktunya untukmu mengetahui jawabannya
Manfaatkan blank space mu untuk mensyukuri segala yang tuhanmu anugerahkan padamu
Manfaatkan blank space mu untuk memuhasabah dirimu dan mengingat tujuan diciptakannya dirimu
Manfaatkan blank space mu
Untuk merubahmu menjadi lebih baik lagi
Mengingatkanmu bahwa dunia tak lebih dari sekedar tempat singgah
Mengingatkanmu bahwa
Yang menunggumu hanya dua
Surga
Atau
Neraka

Selasa, 24 Maret 2015

Uang

Uang bukan segalanya
Aku merasakannya
Saat pagi menyapa dan hening mendekap erat tubuhku yang terduduk kaku bersama bayangan
Segala hal tentang rumah yang kutinggalkan puluhan kilometer di belakang, tiba tiba menyeruak dari batin
Berebut ingin keluar, membuat hangatnya mentari yang tak seberapa itu, benar benar tak terasa
Aku punya uang
Tapi untuk apa?
Tak ada lagi guncangan lembut di tubuhku dari bundaku yang dulu terbiasa melepaskanku dari cengkraman mimpi
Tak ada lagi gurauan penuh cinta dari ayahku yang dulu menghidupkan pagiku
Sarapan?
Rasanya berbeda tanpa secangkir teh penuh sayang dari bundaku yang selama 18 tahun terakhir, selalu kunikmati tiap pagi
Saat rindu mencuat bagai duri landak yang memohon perlindungan, aku terpaksa bangkit dari dudukku
Menyambar tas, merobek hening yang nyaris membuatku sesak kehabisan nafas
Aku punya uang
Tapi sepi mengiringi tiap langkahku
Lalu untuk apa?
Bundaku memberi segalanya yang bisa ia beri untukku
Tapi yang kubutuhkan, sungguh hanya hadirnya di depanku

Sabtu, 21 Maret 2015

Pertiwiku

Aku melihatmu tenggelam hari ini
Atau lebih tepatnya
Menenggelamkan diri
Ada apa denganmu?
Aku mengingat sisa percakapan kita semalam
Kau menangis
Bukan dengan airmata kepura puraan seperti yang dulu sering kita lakukan saat melakonkan beragam teatrikal
Melihat air matamu yang meluncur deras semalam, aku merasakan sakitnya juga
Kau menangis dengan melibatkan hatimu seluruhnya
Negeri kita
Desahmu diikuti dua kata yang membuatku seolah tertampar
Ya, kukira kau menangisi keegoisanmu
Tapi ternyata tidak
Tangismu untuk pertiwi
Dan aku yang terpana, mulai ikut menangis bersamamu
Kukira, semalam saja cukup untukmu menumpahkan segalanya
Tentang betapa inginnya kau tinggal di sebuah negara yang seluruh dunia tahu bahwa keanekaragaman budayanya membuat setiap negara iri
Tentang betapa bahagianya dirimu jika semua orang di dunia mengenal negara kita karena hutan kita, lahan kita, paru paru dunia
Kau lalu menghela napas dan bergumam sendiri tanpa mengajakku
Tapi mungkinkah?
Saat para pejabat ribut akan sengketa kekuasaan
Mungkinkah?
Saat hukum yang dibangun di atas undang undang dasar dan pancasila tak lagi memperlihatkan keadilan
Benarkah masih mungkin?
Saat jutaan anak anak dicekoki kejamnya hidup di jalanan
Dicekoki pornografi bahkan oleh orangtuanya sendiri
Dicekoki rokok, shabu dan narkoba atau bahkan hal remeh seperti lem, oleh lingkungan yang tak pernah bersahabat dengannya, bahkan saat ia masih dalam kandungan
Mungkinkah?
Negeri ini terlalu parah bobroknya
Terlalu nyaman penghuninya beraksi hanya lewat gosip gosip dan sumpah serapah murahan, tanpa benar benar menyelamatkannya
Entah dengan belajar membuang sampah pada tempatnya
Entah dengan belajar merawat pepohonan yang seringkali jadi objek keisengan tangan tangan usil
Entah dengan tidak memberi walau hanya lima ratus, atau seribu dua ribu pada pengemis di lampu merah
Entah dengan menaati peraturan lalu lintas
Entah dengan menjadi pejabat dan perangkat negara yang bekerja sesuai fungsinya
Entah dengan banyak hal kecil lain, yang jika disatukan akan menjadi besar
Entahlah
Kami terlalu sibuk dengan melempar isu lalu mengomentarinya dengan meminjam nama seisi penghuni kebun binatang, ketimbang harus berlelah lelah membaca dan mempelajari situasi negara kami saat ini
Kau lalu menatapku setelahnya
Menggenggam jemariku yang dingin karena udara malam dan keluhmu tentang tanah yang kita pijak, pertiwi yang jadi tempat kita bernaung
Teruslah berbuat baik tanpa memuji perbuatan baikmu sendiri
Teruslah tersenyum untuk oranglain, bukan untuk dirimu yang semakin cantik karena perbuatan perbuatan baikmu
Teruslah memuji, jangan lagi mengkritik
Teruslah menemaniku
Membenahi helai demi helai rambut pertiwi yang acak-acakan
Menyeka bekas air mata yang tak kunjung kering di pipinya yang makin keriput
Membuatnya tersenyum kembali walau hanya sedetik atau dua detik dengan segala usaha yang kita lakukan untuk membuat negeri kita berubah menjadi lebih baik
Biarlah jika hanya ada kita berdua saat ini
Nanti akan tiba saatnya bagi anak cucu kita menggantikan tangan tangan kita yang selalu bergerak untuk berbenah
Aku ingat jelas kata katamu semalam
Janji janji yang kita buat untuk pertiwi
Bahwa putra putrinya masih tetap setia menjaganya
Tapi hari ini, saat kau tenggelamkan sinarmu yang semalam membuatku silau dalam mendung
Kau menghampiriku dan berkata dengan wajah kusut dan mata yang menatap sayu
Aku berhenti
Katamu
Lalu kemudian aku melihat koper besar yang kau bawa
Aku akan pergi
Katamu tanpa sempat aku meluncurkan pertanyaan
Ke negeri sebrang
Mereka membutuhkanku
Menjaminku dengan sesuatu yang tak bisa dijamin bahkan oleh negeriku sendiri
Aku tak punya pilihan
Dan begitu saja, tanpa pelukan atau salam perpisahan yang seharusnya
Kau berbalik, meninggalkanku yang masih termangu
Kukira kau berbeda
Tapi ternyata tidak
Kau sama saja dengan jutaan putra putri pertiwi yang pergi karena sinarnya tak dihargai oleh negerinya sendiri
Dan aku menatap langit, menatap pertiwi
BERAPA BANYAK LAGI YANG AKAN KAU BIARKAN PERGI, BU?

Sabtu, 14 Maret 2015

menjadi ibu



Karena menjadi ibu bukan pekerjaan mudah
Bangun pagi-pagi buta setiap harinya

Lebih dulu mandi dan menyiapkan sarapan

Karena tak mungkin kau bangunkan anak-anakmu saat kau dalam keadaan kacau, bau dan dengan wajah serta rambut acak-acakan

Membangunkan putra-putrimu, pun bukan perkara mudah

Karena kau tahu persis bagaimana rasanya dibangunkan ibumu saat kau masih dalam dekapan hangat tempat tidurmu

Meminta mereka mandi dan sarapan juga tak pernah terlihat semudah membalikkan telapak tangan

Belum lagi jika putra-putrimu ingin tanganmu yang memandikan dan menyuapi mereka

Setelah mereka berangkat sekolah dan suamimu berangkat ke kantor, kau diwajibkan untuk berpikir kreatif, apa yang akan kau masak hari ini? Bagaimana caranya agar masakanmu mengandung gizi-4 sehat 5 sempurna-yang dibutuhkan putra-putrimu, juga suamimu dan dirimu sendiri?

Saat tiba di pasar kau harus tahan dengan beceknya tanah yang kau injak, bau amis ikan, darah dan kadang bercampur busuknya sampah yang mau tidak mau harus kau cium saat kau putuskan untuk membeli bahan-bahan yang tak mengandung zat berbahaya dan terjamin kualitas serta kesegarannya.

Tak ada lagi nyanyian bawel ibumu untuk memintamu melakukannya

Kau hanya sadar dengan sendirinya bahwa kau harus melakukannya

Seperti ibumu dulu

Bersusah payah, menahan mual demi memuaskan keinginan buah hatinya

Apa yang ingin kau makan hari ini, nak?

Pertanyaan yang biasanya ibumu tanyakan padamu sekarang kau tanyakan pada anakmu

Dan demi ayam goreng, sayur sop, atau orek tempe kau harus mampu menahan bau menyengat yang menjadi ciri khas tempat dimana akan kau jumpai bahan-bahan untuk membuat senyum bahagia mengembang di wajah anak-anakmu

Mengolahnya juga tak pernah semudah memakannya

Kau, dengan sedikit kantuk dan pegal yang masih terasa karena kemarin menyetrika segunung pakaian harus beranjak lagi untuk mengolah apa yang sudah kau beli sebelum waktunya bagi anak-anakmu pulang sekolah dan meminta bundanya menyuapi, lagi

Saat mengolah semuanya, kau lalu ingat betapa dulu, bundamu sangat kuat

Mengurusmu dan kakak adikmu dengan sangat baik dan tanpa keluhan sedikitpun

Dan berkaca dari bundamu, kau mulai bertekad untuk bisa lebih baik darinya

Apa yang tidak kau dapatkan saat dalam pengasuhan bundamu mulai jadi perhatianmu, kau tak mau anak-anakmu mengalami hal yang sama sepertimu

Kau mulai menyusun rencana-rencana besar untuk buah hatimu yang kemudian disusul dengan niat untuk menabung sebanyak-banyaknya demi putra-putrimu

Lalu setelah beres memasak, kau mulai mencoret-coret di buku anggaran bulananmu

Biaya apa yang bisa ditekan, berapa sisa biaya bulananmu, berapa gaji suamimu, berapa anggaran belanja bulananmu, berapa dana yang kau alokasikan untuk keperluan mendadak, berapa yang dapat kau tabung, dan akhirnya sampailah pada bagian bagaimana kau bisa mencari uang tambahan agar tabungan yang kau investasikan untuk menunjang pengembangan anak-anakmu bisa menjadi lebih banyak dan lebih banyak lagi

Kau mulai memikirkan bagaimana anakmu tumbuh

Memeriksakan kesehatan mereka secara rutin

Memperhatikan dengan jeli setiap harinnya apakah ada yang salah dengan mereka

Cara mereka berbicara, cara mereka berpikir, cara mereka berjalan, cara mereka mengungkapkan rasa sayang mereka

Perlahan kau mulai sadar bahwa mereka duplikat dari dirimu

Bagaimana saat mereka marah dan membanting pintu kamar mereka di depan wajahmu, membentakmu, atau mengolok-olokmu secara sembunyi maupun terang-terangan

Kau akan mulai menyadari bahwa menjadi ibu tak semudah yang kau pikirkan sebelumnya

Bahwa menjadi ibu berarti kau mendedikasikan dirimu untuk anak-anak dan suamimu.

Kau mulai berpikir andai kau bisa kembali menjadi anak-anak

Mulai menyesal karena tak kau hargai waktumu yang singkat bersama pelukan hangat ayah bundamu

Kau lantas mengingat kembali saat lelaki yang sekarang suamimu datang memintamu dari ayahmu

Kau kira akan menyenangkan jika kau memiliki tempat berbagi yang dengannya kau merasa nyaman

Kau tak memikirkan bagaimana ketika dia marah

Bagaimana ketika hatinya terluka

Bagaimana ia ketika ia tak menginginkanmu ada di dekatnya

Kau hanya berpikir akan menyenangkan jika

Sangat menyenangkan kalau

Dan akan membahagiakan ketika

Tapi tidak dengan bagaimana ia saat sesuatu yang buruk menimpanya?

Bagaimana ia jika aku melakukan sesuatu yang buruk padanya?

Bagaimana jika aku masih mencintainya dan ia berhenti mencintaiku?

Menjadi istri, ibu, tak semudah kelihatannya

Saat kau terima pinangan dari seorang lelaki itu berarti kau siap memikul amanah luar biasa

Amanah untuk taat kepada suamimu

Amanah untuk membawa anak-anakmu ke surga

Dan amanah yang kau bawa sejak kau dalam kandungan bundamu untuk membawa orangtuamu ke surga

Tapi di atas semuanya, amanah terberat adalah amanah untuk tetap berjalan di koridor yang Allah tunjukkan dalam al quran agar kau dapat membawa dirimu, suamimu, anak-anak dan orangtuamu masuk ke surga

Agar kelak di hari akhir kalian tak menjadi musuh yang saling menuntut

Agar kelak tak ada satupun dari kalian yang saling mengambil pahala satu sama lain dan melimpahkan dosa kepada yang lainnya

Agar kelak tak ada hutang yang harus kau bayar dengan pahalamu yang tak seberapa

Dan tak ada dosa yang harus kau pikul karena kau kehabisan pahala

Ya, yang harus kita sadari

Menjadi ibu memang bukan perkara mudah, sedari dulu

Maka kulemparkan penghormatan untukmu yang telah menjadi seorang ibu

Pondasi terbangunnya peradaban-peradaban baru

Semoga denganmu yang memutuskan menjadi sebaik-baik ibu, Allah titipkan anak-anak shalih yang akan membawamu ke surgaNya

Semoga denganmu yang rela berlelah-lelah mengurus anak-anak dan suamimu dengan penuh cinta, Allah berikan kekuatan padamu untuk tetap tersenyum saat orang lain tak bisa tersenyum, saat anak-anak dan suamimu letihnya terobati karena senyummu

Dan semoga, dengan kemauanmu untuk terus belajar, Allah limpahkan cinta dan raahmatNya untukmu

Dan untukmu yang dengan sabar masih menunggu seseorang datang ke rumahmu, dan mempersuntingmu

Semoga Allah kirimkan seseorang yang takkan membiarkanmu berlelah-lelah sendirian

Semoga Allah kirimkan orang yang bisa membuat lelahmu hilang hanya dengan memandangnya

Semoga Allah kirimkan orang, dengan stok cinta yang tiada habisnya kepada rabbNya dan kepada dirimu

Menantilah dalam ketaatan, menantilah dalam kesabaran, menantilah dalam pembelajaran

Karena sekali lagi, menjadi ibu tak pernah semudah kelihatannya