Pages

Minggu, 14 Desember 2014

Bunda



Sapaan hangat sang mentari pagi ini membuatnya bimbang, pergi dan -dengan kemungkinan kecil- kembali, atau tidak pergi sama sekali. Ia masih berdiri di ambang pintu, menatap lurus ke depan jalan yang aspalnya berwarna coklat. Ransel yang di sandangnya penuh, seakan berteriak “ayo pergi!” tapi hatinya masih gundah. Meninggalkan sang bunda sendirian membuatnya berpkir seribu kali untuk memutuskan pergi -atau tidak- menyebrangi samudera lalu mendarat di pulau yang tak pernah ia tapaki sebelumnya. Ia tahu sang bunda yang semalaman menangis karena dengan berat hati mengikhlaskan kepergian putri semata wayangnya, masih menangis di dapur dengan dalih membuat sedikit bekal untuk putri tercintanya. Mendekap liontin pemberian bapak yang sudah lama pergi membuatnya gamang. Pergi mengambil langkah untuk mimpi-mimpi besarnya ataukah tetap tinggal di rumah menemani dan membantu bundanya mengurus tempat penggilingan padi yang diwariskan sang bapak.
“ndhuk” panggilan sayang bundanya menggema di telinganya, membuat setitik air yang sejak tadi menggenang di pelupuk meluncur dengan bebasnya. Ia terpikirkan satu hal. Takkan lagi di dengarnya panggilan itu jika ia memutuskan untuk pergi.
“ini bekal untuk di jalan nanti, makannya saat kau sudah mulai terbiasa dengan kapal ya ndhuk, biar tidak mabuk laut.” Pesan sang bunda dengan suara serak. Ia masih tak berani berpaling ke belakang, takut sesuatu seperti ia dengan tiba-tiba memeluk bundanya -yang bengkak matanya karena tak berhenti menangis- sambil menangis meraung-raung mengatakan pada bundanya untuk ikut bersamanya atau tak membiarkannya pergi terjadi.
“bun, ikutlah. Biarlah kita titipkan rumah dan penggilingan pada paman dan bibi.” Jawabnya setelah hening menyelimuti jarak antara mereka. Ia bukan tak tahu alasan mengapa bundanya bersikeras tak mau ikut pergi ke jakarta. Ia tahu semingguan ia meyakinkan sang bunda untuk pergi sia-sia hanya karena bundanya tak ingin tak ada tempat untuknya kembali.
“bunda sangat ingin ikut ndhuk, tapi lihatlah apa yang sudah ditinggalkan bapakmu untuk kita? Tak ingatkah kau saat dulu dengan penuh tawa kau langkahkan kaki-kaki kecilmu untuk berlari? Ndhuk, kau putri bunda satu-satunya, kesayangan bunda. bunda tak ingin saat ada sesuatu terjadi denganmu, kau tak memiliki tempat untuk kembali. Seorang gadis, sekuat apapun ia terlihat dari luar, ia tetap rapuh, ia harus punya tempat untuk menenangkan pikiran dan menata hatinya saat dunianya kacau balau. Ibu hanya ingin kau memiliki tempat itu ndhuk, dan dimana lagi yang bisa memberikanmu kenyamanan selain di rumah yang kau tinggali sejak kecil? Tempatmu tumbuh besar bersama bapak yang sekarang tinggal kenangan. Bunda inginn pergi bersamamu, melihatmu mengejar mimpi-mimpimu, ada saat kau butuh belaian penuh cinta dari bunda, tapi bunda tak ingin suatu saat nanti ketika bunda sudah tak ada, kau tak punya alasan untuk kembali. Jika bunda meninggal saat bersamamu disana, bunda tak bisa menjamin kau akan membawa bunda kesini dan memakamkan bunda disebelah makam ayahmu, tapi jika bunda meninggal disini, di rumah ini, bunda ingin kerinduanmu pada bunda yang menjadi salah satu alasan untukmu kembali ke rumah ini ndhuk.” Panjang lebar sang bunda mengulangi apa yang sebelumnya pernah dikatakannnya pada putri semata wayangnya sambil berlinang air mata, putrinya diam, membeku karena tak pernah betul-betul mendengarnya. Ya, sang bunda memang menceritakannya saat putrinya terlelap, jauh di alam bawah sadarnya.
“bunda sudah tua ndhuk” lagi. suara itu memecah konsentrasi putrinya yang terpaku, menyambungkan beberapa saraf-saraf di otaknya dan mencoba mengulang perkataan bundanya yang baru saja ia dengar.
“a..aku.. b..bagaimana bisa bunda berkata seperti itu? Aku tak mungkin tak kembali. Tak mungkin. Bagaimanapun juga ini rumah tempat bunda melahirkanku. Aku pasti kembali bunda. Ikutlah bersamaku. Aku tak butuh temmpat untuk menenangnkan diri jika bunda bersamaku. Cukup bunda saja. Cukup pelukan bunda yang membuatku kembali berdiri tegak. Bunda tahu akan hal itu kan? Lantas mengapa bunda bersikeras untuk tinggal disini dan membiarkanku pergi hanya karena bunda berpikir aku butuh tempat untuk kembali? Tidak bunda. Aku sama sekali tidak butuh tempat untuk kembali selagi bunda bersamaku. Lagipula, jika sesuatu terjadi pada kita nanti, aku akan berusaha kembali kalau memang kita harus kembali. Rumah ini takkan kita jual bunda, hanya kita titipkan pada paman dan bibi agar ada yang merawat. Bunda tahu kan yang memberatkan langkahku adalah meninggalkan bunda bersama sepi disini?” runtuh sudah dinding pertahanan yang sejak tadi ia bangun. Air matanya sudah menganak sungai bersama dengan tubuhnya yang kini gemetar menahan perasaannya agar tak lagi keluar bebas dan membuat bundanya semakin bersedih. Ia menghampiri bundanya dan berlutut, memeluk kaki bundanya seraya berkata “hidup cuma sekali bunda, aku ingin yang sekali itu tidak kubuat menjadi sia-sia hanya karena aku tak bersama bunda saat aku bisa bersama bunda. Bunda bilang ingin dimakamkan disamping makam bapak? Aku akan ingat itu seumur hidupku bunda. Jika tiba saatnya nanti, walaupun dengan berlinang air mata, walaupun dengan pikiranku yang kacau karena IA membawa pergi dunia ku, menghancurkan hidupku, aku akan tetap mengingat pesan bunda. Akan kubawa bunda kembali kesini dan melaksanakan apa pesan bunda. Aku berjanji aku takkan pernah melupakannya meskipun bunda melupakannya. Aku berjanji walaupun aku tak bisa mengantar bunda, selama aku masih tetap bernafas dan sadar, aku akan menepati janjiku bunda. Aku takkan pernah mengecewakan bunda walaupun itu berarti aku kehilangan duniaku.” Habis sudah. Ia keluarkan semua hal yang selama ini memeratkannya melangkah menggapai mimpi, menunggu reaksi dari sang bunda yang wajah teduhnya tak berani ia lihat.
“ndhuk..” akhirnya sang bunda membuka suara, membuatnya yang sedang tersungkur memeluk kedua lutut bundanya mendongak.
“jangan pergi”




Untuk duniaku yang saat ini tak bisa kugenggam dengan nyata. Bundaku yang kini perlu 3 jam untuk tiba di pelukannya. Rindu itu masih ada, namun kini tersimpan rapi dengan gembok yang kuncinya kau pegang. Putrimu baik-baik saja, sungguh.

Senin, 22 September 2014

.

Aku diam bukan berarti tak mendamba sosok sepertimu
Saat yang lain dengan hebohnya membicarakanmu, aku memilih memberhentikan obrolan mereka dan memarahi mereka
Belum waktunya! kubilang
Aku tahu dalam hatiku akupun berharap seperti mereka
Memimpikanmu di tiap tidur malamku yang tak teratur
Akupun diam-diam mencarimu kala kita memiliki momentum yang sama
Tapi saat ku edarkan pandanganku, hati kecilku menamparku
Memaksaku menundukkan pandanganku dan melupakan dirimu
Lagi-lagi karena belum waktunya aku mencarimu
Kau harus tahu
Kita belum lagi dipertemukan tapi aku sudah merindukanmu
Kita belum jua bersua tapi hati ini sudah terpikat padamu, mencintaimu
Aku mengerti sekali kau menunggu saat yang tepat untuk menjemputku
Akupun menunggumu mengetuk pintu rumahku dan memintaku dari ayahku
Tapi ini benar-benar bukan waktu yang tepat, atau setidaknya belum
Kita masih saling berkejaran dengan waktu untuk bisa bertemu di satu titik dimana di titik itu kapal kita akan berlabuh
Kita masih mengejar cita yang dulunya kita impikan bersama
Entah berapa lama lagi sampai takdir mempertemukan hati kita
Tapi aku ingin kau tahu, aku ingin kau terbang jauh melintasi tiap benua untuk mengejar apa yang kau impikan sejak dulu
Karena aku takkan memintamu tergesa gesa mengambilku dari ayahku!

Jumat, 19 September 2014

Dadakan

Long time without posting or updating this blog. Pengen bgt sebenernya posting lagi cuma apa daya seorang maba yang lagi galau sama kehidupan kampus yang bener bener diluar bayangan. Lanjut. Ini lg seminar sebenernya cuma daritadi tuh jari gatel gitu pengen posting di blog. Semacam rindu gitu konyol konyolan #halah. Eh betewe ini posting pertama di bandung loh! Dan dibuat dalam sikon yang sebenernya gak cocok buat posting curhatan gini hohoho. Sesi pertama seminar ini luar binasah eh biasa banget. Kalau inget nanti di post deh rangkumannya. Kalo inget yah :p udah dulu lah. Ini cuma posting iseng sih, abaikan saja aku rapopo kok :3

Kamis, 03 Juli 2014

...

Aku bisa mengerti mengapa orang orang yang dulu mempercayakan banyak hal kepadaku tak lagi melakukannya karena aku akan pergi
Aku bisa mengerti ketika banyak hal yang harus dikerjakan, kekurangan orang tapi tak mengajakku ikut serta karena aku akan pergi
Aku bisa mengerti ketika akhirnya aku hanya akan menjadi penyemarak karena aku akan pergi
Aku bisa mengerti
Atau setidaknya mencoba mengerti
Aku tahu mereka memikirkanku
Tahu mereka pun mencoba memahami keadaanku yang akan pergi
Tapi belum saatnya aku pergi
Walau ini adalah hari hari terakhir aku disini
Aku masih ingin melakukan banyak hal disini
Masih ingin ikut serta membentuk setiap kegiatan seperti dulu
Seperti aku yang seharusnya
Aku ingin disibukkan dengan segala hal saat ini
Aku benci memikirkan aku akan pergi dan menjadi seorang diri di tempat orang untuk sementara waktu
Aku benci menahan ketakutan kalau disana takkan sebaik disini
Aku benci saat aku melamun dan memikirkan banyak hal membahagiakan yang pastinya akan kutinggalkan disini
Tapi aku tak bisa menyalahkan siapapun
Aku tak bisa tiba tiba berteriak dan bilang
Kenapa kalian mengabaikanku?
Kenapa kalian tak membiarkanku ikut serta?
Kenapa kalian mencoba mengerti hal yang tak bisa kalian mengerti?
Aku berselimut duka saat ini
Membusuk dalam ketakutan
Aku butuh sesuatu yang menghabiskan tenagaku
Sesuatu yang memaksaku berlari mendahului waktu
Sesuatu yang dulu selalu menyertaiku dimanapun aku berada
Aku butuh bergerak berkejaran dengan waktu 
Aku butuh memikirkan sesuatu agar otak ku tidak tumpul
Aku butuh merencanakan sesuatu yang membuat tubuh dan pikiranku terus bergerak
Aku lelah
Lelah tak melakukan apapun
Lelah karena memikirkan hal hal menakutkan tentang tempat tujuanku
Aku lelah
Tak bisakah kudapatkan kepercayaan seperti dulu lagi?
Aku mampu
Aku mampu walaupun aku akan pergi
Aku masih mampu walaupun aku sudah pergi
Aku hanya butuh kepercayaan seperti yang dulu selalu kudapatkan ketika tak ada seorangpun dari kita yang tahu kalau aku akan pergi

Jumat, 06 Juni 2014

aku waktu kecil

"bersamamu ku habiskan waktu, senang bisa mengenal dirimu. rasanya semua begitu sempurna..."

ah, petikan lirik lagu itu selalu mengingatkanku pada sahabat-sahabat kecilku dulu. ingat begitu saja waktu dulu leluasa bermain bersama, menjelajah bersama.
satu-satunya beban hidup yang ku pikul hanya saat ummi tak mengizinkanku mengayuh sepedaku di siang hari yang terik untuk bertualang mencari ikan di empang yang terletak di sebuah kampung dekat perumahan tempatku tinggal.
sampai harus kabur lewat jendela berangka besi, terdengar tak mungkin bukan? tapi itu kulakukan berdua dengan adikku demi memuaskan keinginan kami bersepeda menuju empang, keluar dari perumahan menuju kampung yang terletak persis di sebelah perumahan tempat kami tinggal. kami tahu jalan pintas agar bisa sampai kesana dan kembali sebelum ummi bangun tidur. kami juga sudah beberapa kali mencobanya dan berhasil.
di blok paling akhir di perumahan kami, ada sebuah pintu kecil yang menghubungkan kami langsung ke empang yang ingin kami tuju dan teman-teman kami pasti sudah menunggu disana, di atas sepeda-sepeda mereka. membawa plastik dan saringan teh untuk menangkap ikan.
tapi apa kalian tahu? kami tak pernah benar-benar menangkap ikan. saat sampai di empang, keinginan kami untuk menangkap ikan selalu hilang begitu saja dan akhirnya yang kami lakukan hanya menghampiri bapak-bapak yang sedang memancing. diam saja,duduk di samping mereka. seringkali bapak-bapak itu memberi kami ikan-ikan kecil hasil pancingan mereka dan kami girang bukan kepalang. tuntas sudah misi kami. dan biasanya setelah semua orang mendapat ikan, kami berlomba mengayuh sepeda kencang-kencang dan pulang ke rumah. aku sering kembali berhasil masuk lewat jendela tanpa ketahuan ummi. tapi pernah suatu kali aku dan adikku tertangkap basah.
saat itu, kami baru saja masuk ke gerbang rumah kami dan memarkir sepeda. tapi setelah kami membalikkan badan, muncul seorang wanita cantik berpakaian putih-putih, ummi kami memakai mukena. wajahnya datar,tapi matanya melotot. disuruhnya kami berdua masuk ke rumah dan sampai di dalam, di marahi lah kami berdua,ummi mengancam akan menjual sepeda kami ke pemulung yang tiap sore lewat jika kami tak mau menurut. tapi kau tahu, ancaman tak berlaku pada dua bocah nakal seperti kami, rasa ingin tahu kami mengalahkan rasa takut kami pada ancaman ummi kami.
kami tetap bermain-main ke empang sampai aku kelas 1 SMP dan adikku masuk pesantren.
tapi petualanganku bersama sahabat-sahabat kecil itu tak hanya sebatas empang dan ikan. aku masih ingat jelas saat kami memainkan permainan yang aku yakin kalian semua pasti pernah memainkannya, yap bete 7. masih ingat kan? saat kita menumpuk 7 buah batu dan melemparnya dengan batu yang lain hingga tumpukan batu itu roboh dan yang kalah harus menumpuk kembali batu itu sementara yang lain berlarian untuk bersembunyi? aku ingat memainkannya di depan rumahku persis, dan aku selalu bersembunyi di atas pohon dan menjadi pahlawan dengan menendang tumpukan batu yang telah disusun oleh temanku. permainan itu termasuk salah satu permainan yang tak pernah luput kami mainkan setiap sore selama 3-4 kali dalam seminggu. ah, aku jadi rindu.
tak hanya bete 7, benteng pun kami mainkan. pernah kami melawan anak kampung dan menang, tapi seringkali kami kalah karena mereka main curang. dan kami tak pernah kapok bermain bersama mereka.
masa kecil ku penuh dengan cinta, tiap kali bermain bersama sahabat-sahabat ku, aku merasakannya. kehangatan yang menjalar padahal mereka bukan saudara sedarah. masa kecil ku penuh kejayaan, memenangkan semua permainan yang ku mainkan membuatku besar kepala, jatuh dan berdarah bukan lagi suatu pengorbanan besar buatku untuk menang. bekas luka di kaki dan tanganku tak bisa hilang, sampai saat ini masih terlihat jelas,membuatku seperti anak kampung. tapi itulah bukti kebahagiaanku waktu kecil, bukti bahwa aku telah memainkan semua permainan yang dimainkan anak-anak dulu, bukti bahwa aku menang dan luka-luka ku adalah penghargaan yang kudapat atas kemenanganku. bukti bahwa aku kuat karena masih bisa menang dengan semua luka yang kudapat. obat merah menyentuhku lebih sering dari sabun, kapas dan perban membalut luka ku lebih sering dari handuk dan aku bangga. bangga karena sahabat-sahabat kecilku masih tersimpan rapi di hatiku dalam bentuk kenangan indah.

"apa yang kau cari, telah kau miliki, bersamamu tanpa kau sadari~"

Minggu, 01 Juni 2014

true story-part of my precious treasure of memory



Belum juga dua bulan gue jadi anak sma kelas duabelas. Ribet banget asli. Tugas bejibun, belom lagi kebanyakan tugas kelompok. Stress banget. Jatah umur gue bisa berkurang sepuluh taun kalo gini terus. Tau dah ntar pas lulus badan gue tinggal tulang doang apa masih ada sisa dagingnya.

“assalamualaikum wr wb mohon maaf kepada bapak ibu guru yang sedang mengajar dikelas, panggilan kepada seluruh KM dan sekretaris kelas 12 ditunggu di perpustakaan sekarang. Terimakasih wassalamualaikum wr wb” suara bu Liddia di intercom bikin kita semua diem dan berhenti ngelakuin apapun yang lagi kita lakuin.

“KM sama sekretaris dipanggil tuh” Bu Juju, guru kimia kita akhirnya buka suara setelah sekian lama membiarkan kita kebakaran jenggot gara-gara soal kimia yang bikin otak mikir keras, lebih keras dari tiang bendera yang lagi ngetawain kebodohan kita di deket papan tulis.

“iya bu” jawab kiky sambil nyiapin notebook dan pulpen

“yaudah sana, penting kayaknya” bu Juju ngusir sambil ngotak-ngatik notebook merahnya

“ada apaan ya da?” Tanya mia ke gue yang juga gaktau apa-apa

“lah kaga tau gue mi, ntar juga kao udah selesai dikasihtau ama yoko ama kiky” gue jawab cuek gak cuek, cuek karena gue lagi serius ngerjain soal sialan ini dan gak cuek karena ini menyangkut masa depan gue sama mia di kelas ini. agak lama juga si kiky sama yoko dipanggil dan sedihnya, pas mereka balik mereka ngumumin sesuatu yang menyebalkan. Bener-bener menyebalkan dan mendekati sial.

Waaah, kok hawanya beneran berasa kagak enak ya. Si kiky ngapain pake tarik napas segala lagi. Sok mendramatisir keadaan, udah kayak ngumumin eksekusi mati aja.

“ temen-temen tadi itu rapat ngomongin UTS sama UAS seni budaya” kata kiky ngambil tempat di depan kelas dua-duaan sama yoko. Dan kita sekelas ber “ooh” ria. Sejauh ini, baik-baik saja.

“jadi,  buat UTS sama UAS seni budaya itu kita dapet satu daerah di Indonesia yang nantinya bakal jadi patokan kita untuk bikin karya seni. Untuk UTS semester 1 kita bikin benda-benda yang berkaitan dengan daerah yang kita dapet pake stik e….” Belom selesai kiky ngomong Umar motong

“kita dapet daerah apaaa?” dan kayak nular, semuanya pun ikut nanya pertanyaan yang sama.

“ntar dulu dong. Gue jelasin dulu.” Gak mempan. Semua masih kompak ngebacot, komen sana sini.

“WOY!!!” Kiky teriak karena hilang kesabaran dan kita semua diem.

“ntar dulu nanya nyaa, gue jelasin dulu” kita manut, nurut. Gitu aja. Kayak kerbau di cocok hidungnya.

“nah terus untuk UAS semester 2 kita dibagi berkelompok sesuai absen dan nari serta nyanyiin 2 lagu daerah yang di aransemen sendiri”  WHAT?!!! Aransemen sendiri? Oke sejujurnya gue gak ngerti maksudnya aransemen sendiri itu diapain, tapi denger kata “sendiri” itu bikin gue merinding.

“HAAAAH?!” anak-anak menggila lagi, ribut kayak tawon.

“diem dulu dih. Belom selesaaai.” Kiky mulai mukul-mukul papan tulis dengan tangannya yang kecil dan panjang. Kita kicep, mingkem.

“ Nah untuk UTS semester 2 nya kita bikin sesuatu dari batik daerah yang kita dapet. Terus untuk UAS semester 2 kita buat pameran budaya, jadi dikelas kita itu nanti dibikin kayak daerah yang kita dapet dan karya-karya kita selama semester 1 dan 2 itu dipajang. Nanti di kelas juga ada tarian, nyanyian sama makanan khas daerah masing-masing.” Jeda agak lama sebelum satu suara milik tukang jual segalanya-Cindy-, memecah keheningan

“terus kita dapet daerah apaa?” Cindy nanya lagi, dan yang lain juga ikut nanya. Kiky diem sebentar, tarik nafas, dan bilang

“papua”

“haaaaaaah!!!!!” anak-anak brutal.  Cowoknya pucet, ceweknya histeris

“gilak!”

“kok bisa?!!”

“gue gak mau!” sebagian teriak, sebagian speechless

“gue juga! Gabakal mau gue nari telanjang!” Riza jadi provokator

“wah iya bener!” anak cowok yang lain nimpalin

“kalo badan sixpack sih gak papa! Lah ini perut gue buncit coy!” Riza mulai lagi

“gue juga, badan gue ceking gini.” Anjab nambahin

“dhimas aja noh dhimas yang telanjang.” Bowo mulai melancarkan jurus provokasi, mentang-mentang si dhimas kulitnya paling item di kelas karena sering latihan buat masuk akmil.

“iih gamau gue.” Dhimas protes, gue gak yakin dia beneran mau jadi akmil. Kenapa? Nih ya lo bayangin aja, dia tuh suka boyband sama girlband korea. Terus kelakuannya itu loh, kalo main sering sama cewek. ga masuk akal banget kan orang kayak gitu mau jadi tentara?
Suasana makin memanas, sampe akhirnya ada pertanyaan masuk akal

“kenapa kita bisa dapet papua?” hening. Semua mau tau jawabannya. Kiky tarik nafas lagi, dia bilang

“jadi ini tuh sistemnya kocokan, dan tadi yoko yang maju ngambil kocokan. Pas dibuka ternyata kita dapet papua. Maaf ya.”

“sialan lo yok!” gue yang pertama protes. Anak-anak mulai nyaut

“tangan lo tangan sial!”

“ga hoki banget si lo!” semua manusia di kelas ngata-ngatain Yoko tapi dengan menyebalkannya dia cuma nyengir dan nyengir. Ga ada yang dia lakuin selain nyengir. 

 hohoho segini dulu yah :3

Rabu, 07 Mei 2014

Allah



Allah, berjalan dijalan-Mu melelahkan
Istiqomah bersama barisan yang berlayar menuju jannah-Mu penuh goresan-goresan luka
Sakit
Berbeda pendapat dengan mujahid dan mujahidah lainnya menguras tenaga
Inikah perjuangan menuju jannah yang kau bilang luasnya seluas langit dan bumi?
Sesulit inikah?
Hingga banyak gelombang menerpa kapal kami yang selalu terombang- ambing kesana kemari
Allah, ingin rasanya berhenti berjuang
Beristirahat barang sejenak
Tapi kami malu, malu saat ingat betapa rasulullah tak pernah jenuh apalagi sampai berhenti
Malu, ketika saat ini kami diberi banyak kemudahan tapi sangat sulit berusaha sepenuh hati memperjuangkan dakwah ini
Kami memang tak harus berperang dengan pedang, Allah
Tak harus repot-repot melintasi sahara hanya untuk menyampaikan ayat-ayatmu
Tapi rasanya sangat menguras tenaga
Berperang dengan tiap huruf yang tercetak di layar melelahkan, menguras habis tenaga karena otak tak berhenti di forsir untuk bekerja
Allah
Mengapa kami dilahirkan saat rasulullah tak lagi disini?
Mengapa kami ditakdirkan berjihad saat utusanmu tak lagi bisa memberikan kami pencerahan, atau sekedar sandaran untuk mengadukan mereka yang mengolok-olok kami?
Allah
Rasanya ingin cepat-cepat terbang ke surgamu dan berkumpul bersama utusanmu yang mulia
Tapi melihat diri ini begitu banyak noda, tak pantas rasanya meminta balasan surga
Melihat diri ini penuh keluh kesah tak layak rasanya mendapatkan surgamu
Kami bukan apa-apa jika dibandingkan Umar bin Khattab yang menyisiri setiap sudut daerah kepemimpinannya tiap malam hanya untuk mencari masihkah ada rakyatnya yang kelaparan
Kami sungguh tak ada apa-apanya dibandingkan dengan Bilal bin Rabbah yang meskipun ditindih batu dan dijemur dibawah teriknya matahari padang pasir tetap setia menghamba padamu 
Allah Allah..
Kami benar-benar bukan siapa-siapa dibandingkan dengan para sahabat-sahabat rasul yang lain yang rela mengorbankan apapun untuk tegaknya agama ini di muka bumi
Allah, satu-satunya harapan kami hanyalah kasih sayang dan rahmatmu
Satu-satunya yang bisa membawa kami ke surga hanyalah kasih sayang dan rahmatmu
Maka jagalah kami ya Allah
Cintailah kami
Kasihi dan sayangilah kami
Kami sungguh hanya sebutir buih di lautan jika kau tak mengangkat derajat kami
Kami sungguh hanya sehelai daun yang ikut berguguran saat hujan deras dan angin kencang menerpa pohon kami yang hampir tumbang
Allah, maafkan keluh kesah kami
Maafkan kesombongan kami
Maafkan segala dosa yang seringkali kami tetap lakukan walaupun kami tahu itu dosa
Bantu kami berdiri dan menegakkan agama-Mu ya Allah
Bantu kami, hamba-Mu yang lemah dan sungguh tak ada apa-apanya dibandingkan dengan-Mu


Selasa, 01 April 2014

mia :')

Kita menatap langit yang sama malam ini
Dengan pikiran yang nyaris sama
Siang tadi kuterima kabar duka darimu, sahabat baikku
Ayahku pergi, katamu
Dan aku menangis
Menangis karena di rumahmu kau juga sedang menangis
Menangis karena takkan lagi kau lihat sosok yang kau cinta itu di dunia
Aku menangis
Entah mengapa tapi kurasakan sedih yang sama dengan yang kau rasakan
Sakit yang sama
Kehilangan yang nyaris sama
Malam ini aku tak bisa tidur, memikirkanmu
Aku tak tahu harus bagaimana
Ingin melayangkan sejuta pesan untuk menyemangatimu
Tapi tak  mungkin karena aku tahu kau butuh sendiri
Untuk sementara
Kau butuh mengenang setiap detik yang kau lalui bersama ayahmu tercinta
Kau juga butuh mengingatnya baik-baik
Agar kelak ketika kau rindu ayahmu, kau hanya perlu memejamkan matamu dan merasakan setiap detik yang kau lalui bersamanya
Maafkan sahabatmu yang bodoh karena tak tahu harus berbuat apa
Ingin rasanya menangis berpelukan bersamamu
Mendengarkan semua ceritamu tentang betapa hebatnya ayahmu
Ingin rasanya ada di dekatmu saat kau menangis
Memberimu tisu dan melihatmu menghapus air matamu, lalu kembali tersenyum
Tersenyum karena sadar bahwa ayahmu takkan lagi merasakan sakit yang ia rasakan saat di dunia
Tersenyum karena mengingat semua pesan-pesan indah dari ayahmu untukmu
Tersenyum karena hidupmu masih panjang
Masih banyak yang perlu kau buktikan pada ayahmu
Sahabatku, aku ingin kau tahu aku akan selalu ada untukmu
Walau raga tak disampingmu, tapi hati ini selalu terikat bersamamu
Kemanapun kau pergi, kemanapun aku pergi
Kita selalu terkait
Kita bukan lagi pinang dibelah dua
Kita jantung yang satu
Yang jika dibelah dua, takkan lagi berdetak
Aku mencintaimu, sahabatku
Sungguh-sungguh mencintaimu karena Allah
Sehat selalu, bahagia selalu
Jangan pernah ragu melangkah, karena kau harus tahu aku selalu meminta Allah menjagamu di setiap tarikan nafasmu, langkah kakimu
Ikhlaskan kepergian ayahmu dari dunia
Kau memang mencintainya, tapi Allah lebih mencintainya
Perbaiki akhlakmu, perbaiki keimananmu
Agar ayahmu tersenyum bahagia melihatmu tumbuh menjadi seorang bidadari yang dirindu surga

Allah bersamamu, selalu

Jumat, 28 Maret 2014

aku tak mau tambah tua

Aku masih muda
Masih ingin memanjakan diriku dibawah rintik hujan yang turun bersamaan dengan kilat dan gemuruh yang bersahutan
Masih ingin bermain bersama cacing-cacing dalam lumpur
Ah, tapi sebentar lagi
Sebentar lagi umurku beranjak 20
2 tahun itu sebentar kan?
Tak terasa
18 tahun saja tak begitu terasa
Aku jadi ingat, ingat sesuatu tentang kita hanya hidup di dunia sekedar numpang lewat
Ya, benar-benar numpang lewat
Buktinya 18 tahun terlewat begitu saja
Kenangan pahit dan manis yang campur aduk pun masih terekam sangat jelas
Bisa diulang berkali-kali dalam memori
Balik ke topik awal
Aku benar-benar tak ingin jadi tua
Eh maksudku dewasa
Tapi tua juga aku tak mau sih
Cukuplah aku di usiaku yang 18 tahun ini sekarang
Aku tak ingin pusing-pusing memikirkan semua yang dipikirkan orang dewasa
Memikirkan suatu saat aku akan menjadi makhluk hidup tanpa senyum membuatku mual
Aku tak suka tak senyum!
Aku selalu senyum, nyengir
Tertawa malah
Dimanapun aku berada
Saat menangis pun aku sempatkan tertawa
Aku tak ingin jadi orang yang kaku
Kayak robot gitu
Tidak tidak tidak
Membayangkan seorang Rifdatun Nafi’ah yang 18 tahun hidupnya tak pernah seharipun tak tertawa menjadi seorang kaku bak robot membuatku pusing
Aduh serasa mau pingsan
Tapi sampai sekarang aku masih bingung
Mengapa orang dewasa selalu kaku seakan tak pernah jadi remaja dan tertawa terbahak-bahak sampai kehabisan nafas?
Mengapa mereka seolah-olah terlahir ke dunia ini langsung menjadi dewasa tanpa pernah memulai semuanya dari bayi?
Wajahnya seram
Jalannya tegak, terburu-buru
Heeei, santailah
Bukankah jika ketinggalan kereta masih ada kereta berikutnya?
Bukankah jika ketinggalan rapat masih ada rapat berikutnya?
Tak bisa begitu!
Yasudah tak usah membentak
Begitulah orang dewasa
Kita salah sedikit dibentaknya
Ingin rasanya bilang
“gue punya kuping dan bisa denger plus gak bolot keleees”
Atau teriak
“gue bukan babu loo! Jangan bentak-bentak!”
Atau sekalian melet dan melotot di depan mukanya yang seram
Tapi tak berani, hehehe
Namanya juga remaja, beraninya ngomongin di belakang
*Ups
Sudahlah, makin lama obrolan ini makin tak jelas
Syair ini pun jadi tambah panjang
memang ya, anak remaja kalau sudah ngobrol susah berhentinya
Apalagi kalau ngobrolin orang
*Ups lagi hoho
Udah udah, sekian aja deh
Eh yang tadi tentang orang dewasa jangan bilang-bilang ya
Kena damprat kita kalau ada orang yang ember bocor
Pamit ya
Sebagai muslim yang baik kalau pamit harus bilang?
Iyak betul

wassalamualaikum

sekolah(seharusnya)

Mayoritas anak Indonesia berada di bawah kekangan peraturan untuk belajar di sekolah. Sebagian dari mereka rela, tapi sebagian lainnya menderita.

Mereka terjebak dalam keegoisan orang-orang dewasa yang tidak mengerti dan mungkin tidak akan pernah mengerti. Belasan mata pelajaran yang diajarkan disekolah membuat mereka terbebani, puluhan peraturan yang diterapkan di sekolah lengkap dengan pengawas yang mendisiplinkan mereka membuat mereka lelah dan ingin segera mengakhiri pembelajaran. Mereka gembira sekolah, jika tanpa pelajaran yang membosankan, tanpa dipaksa duduk diam di bangku yang keras mendengarkan apa yg tidak mereka suka dan tak pernah mereka mengerti kenapa harus dipelajari. Mereka bahagia di sekolah tanpa puluhan peraturan yang membatasi gerak mereka yang penuh energi, mereka bahagia jika tanpa hukuman akibat tak melaksanakan perintah.

Mereka menunggu kapan tiba waktunya sekolah, bertemu dan bermain bersama teman-teman mereka, jajan di kantin dan makan bekal bersama, mereka bahagia melewatkan hari-hari di sekolah bersama guru-guru mereka yang baik dan ramah, mereka bahagia beajar dikelas dengan diiringi canda tawa dan nyanyian sesekali.

Sistem mengendalikan mereka, sistem yang dibuat orang-orang dewasa yang harusnya melindungi dan menyayangi mereka membuat mereka menjadi seperti robot. Harus bangun pagi-pagi, mandi, sekolah, pulang sore, mengerjakan tugas, tidur. Begitu setiap harinya sampai mereka lupa bahwa mereka masih anak-anak. Lupa bahwa tempat mereka di atas awan-awan putih yang lembut, lupa bahwa tempat mereka di negeri dongeng yang tiap harinya hujan permen!

Pekerjaan rumah yang di berikan guru-guru mereka membuat mereka kehabisan waktu untuk sekedar bermain bersama teman-teman mereka, membuat mereka kehabisan waktu untuk sekedar berkhayal tinggal di istana di atas langit.

Tak bisakah jika sekolah lebih menyenangkan daripada menonton tv atau bermain game di gadget terbaru di rumah?

Aku rasa bisa, bisa jika tak ada hukuman yang tak mendidik jika mereka tidak taat peraturan. Bisa jika semua guru tak bersikap seolah-olah mereka tahu segalanya dan anak-anak hanya anak kecil yang baru lahir kemarin dan tak tahu apa-apa tentang dunia. Selama ini mereka terkekang, selama ini mereka tak bebas berekspresi, selama ini mereka dihantui bayang-bayang orang dewasa yang siap menerkam jika mereka tak turuti sistem, tak turuti perintah.

mereka lelah! Jadi, bolehkah sekarang mereka berontak dan tentukan sistem untuk mereka sendiri?
Percayalah, mereka lelah diperlakukan seperti robot, seperti layaknya pembantu. Disuruh ini disuruh itu.
Bisakah kalian buat materi-materi pelajaran yang harus mereka pelajari menjadi sebuah permainan yang menyenangkan?

Karena bukankah tugas anak-anak adalah bermain walau tak setiap detik bermain? Bukankah dari permainan itu mereka akan belajar dengan sendirinya? Bukankah jika ada yang mereka ingin tahu, mereka akan dengan senang hati bertanya? Bukankah jika mereka ingin mempelajari sesuatu, tertarik akan sesuatu, mereka akan mempelajarinya sendiri, terus menerus? Bukankah jika mereka dibiarkan mempelajari apa yang mereka sukai, mereka akan ahli di bidangnya? Dan bukankah di masa depan nanti, kita membutuhkan orang yang ahli, bukan cuma yang bisa?


Ayolah, beri mereka sedikit kejutan. Agar dengan sendirinya mereka akan mengerti kalau hidup adalah perjuangan, dengan sendirinya, bukan dengan paksaan dari orang dewasa.

Senin, 24 Maret 2014

buatmu jah, bacalah :')

Aku kira semua akan baik-baik saja
Tapi ternyata tidak.
Dulu waktu nafas kita masih dalam ruangan yang sama, kita sama-sama berjanji untuk selalu bersama
Tapi aku berkhianat
Aku pergi, walau masih kembali
Tapi aku tak lagi bernafas bersamamu
Dulu kupikir kau berlebihan saat menuduhku berbohong
Karena jujur, aku tak ingin pergi
Tapi ternyata kau benar, aku memang pembohong
Kau juga pembohong
Kau bilang kita keluar bersama, pergi bersama
Tapi sekarang kau meninggalkanku
Tak kembali
Tanpa bilang padaku!
Dan akhirnya aku merasakan apa yang kau rasakan dulu saat aku pergi
Jah, maafkan aku yang dulu tak mencoba memahami perasaanmu saat aku melenggang pergi dari tempat itu, meninggalkanmu
Maafkan aku yang hanya bisa berjanji aku akan menginap tapi tak juga menginap
Aku rindu jah, rindu saat kita bersama-sama kelelahan menghafal
Rindu saat kita bersama-sama menangis
Maaf jah, maaf karena tak ada pelukan terakhir dari saudaramu yang menyebalkan ini
Maaf karena tak ada kepastian kapan kita bisa berjumpa lagi
Lukamu terlalu banyak jah, dan aku hanya bisa melihatmu jatuh
Menolongmu bangkit terlalu menyakitkan jah, aku tak ingin bersimbah airmata saat kuulurkan tanganku untuk membantumu berdiri
Aku tak ingin kau tahu aku merasakan kehilangan yang sama dengan yang kau rasakan
Aku tak ingin kau benar-benar tahu bahwa aku tak sanggup menjadi kuat dihadapanmu
Jah, aku rindu
Ingatlah selalu aku tak pernah sedikitpun tak memikirkanmu
Ingatlah selalu kau selamanya tetap saudaraku
Ingatlah jah, jika kau ingin menangis, panggilah aku..
Menangislah bersamaku jah
Karena tak ada lagi yang bisa kulakukan untukmu
Semangat jah, selalu semangat
Suatu saat nanti, aku akan menghampirimu ke jambi
Memelukmu
Dan kita menangis bersama

Suatu saat nanti jah, saat dibelakang nama kita terselip “Al-Hafidzah”