Rokok
Ada yang gak kenal?
Hahaha, gak mungkin gak kenal ya. Sekarang ini, anak kecil
yang baru bisa ngomong aja udah tau rokok itu apa. Dari mulai SD sampai SMA
pasti kenal sama puntung kecil menjijikan yang satu ini. Ironis. Satu-satunya
kata yang tepat untuk menggambarkan betapa Indonesia dilanda krisis orang-orang
cerdas yang benar-benar berpendidikan. Anggota legislatif sibuk memperdebatkan
hal-hal yang tak kunjung selesai, sedangkan lembaga eksekutif diamnya tak lagi
bekerja secara nyata. Tak ada yang bisa di percaya sekarang. Untuk urusan puntung
yang satu ini saja, pemerintah seolah-olah turun tangan secara
sembunyi-sembunyi. Tak benar-benar berniat membereskannya hingga tuntas. Dan lagi,
untuk ke sekian kalinya dalam tragisnya kehidupan di Indonesia, anak-anak jadi
korban.
“dek, beliin bapak rokok seribu di warung” seolah-olah bukan
kata-kata yang tabu untuk diucapkan kepada seorang bocah umur lima tahun. Peringatan
“merokok membunuhmu” seolah-olah hanya pepesan kosong, gertakan tak berarti. Poster
“tubuh seorang perokok” yang di pajang di setiap instansi pemerintah hanya
tinggal gambar seorang cacat beserta tulisan-tulisan kecil yang membosankan. Takut?
Tidak!. Poster-poster “ayah bisa beli rokok tapi tak bisa menyekolahkanku” tak
mempan. Perhitungan matematis tentang banyaknya biaya yang dihabiskan untuk
rokok juga tak membuat kaget apalagi kapok. Keinginan berhenti merokok hanya
sebatas keinginan tanpa usaha. Merokok di tempat umum tak jadi soal, walaupun
ada beberapa kota yang mengeluarkan perda berisi hukuman pidana bagi orang yang
merokok di tempat umum. Tapi perda tinggal perda, hanya kata-kata di atas selembar
kertas.
Anak-anak dan remaja yang merokok dibilang sampah
masyarakat, tak berguna, bodoh, tak berpikir, percuma sekolah, dan jutaan
makian lainnya diluncurkan dari mulut busuk orang dewasa, tak peduli yang
merokok atau tidak. Dari mulai mahasiswa sampai bapak-bapak dan ibu-ibu. Ironis.
Ya, sekali lagi ironis. Hidup di Negara yang mati segan hidup tak mau memang
menyedihkan. jika mereka yang dibawah umur melakukan kejahatan dan dituduh
sampah, lantas bagaimana dengan mereka yang sudah bukan anak-anak lagi? Orang dewasa.
Mereka bertindak seolah-olah mereka paling hebat, paling pintar! Tapi nyatanya?
Semua yang mereka lakukan mencerminkan kalau mereka adalah sampah yang sebenarnya!
Mau bukti?
Buah jatuh tak jauh dari pohonnya kan? Itulah mengapa jika
ayahnya merokok, anak-anaknya akan memiliki kecenderungan untuk melakukan hal
yang sama. Apalagi ketika masa kecil sang anak dikelilingi asap rokok ayahnya
sendiri. Sudah sampah, pembunuh pula. Masih berani bilang sayang anak? Cih! Hanya
orang tak punya akal yang masih bisa bilang begitu setelah menjadi pembunuh
untuk anaknya sendiri.
Berlian seindah apapun jika dilempar ke gundukan sampah
baunya akan tetap seperti sampah kan? Begitupun dengan anak-anak, walaupun
mereka dibesarkan oleh ayah yang bebas dari asap rokok, tapi jika mereka di
lempar ke lingkungan dimana sebagian besar orangtua teman-temannya merokok, mau
tak mau mereka akan penasaran dan mencoba kan? kalaupun tak mencoba, pasti
pernah terbersit niat untuk mencoba. Hanya yang kuat akal dan imannya lah yang
mampu menciptakan perisai kuat dan tak akan terpengaruh oleh kelakuan teman-teman
sebayanya.
Kalau sudah begitu, siapa yang harusnya disalahkan? Anak-anak?
Teman-teman anak-anak? terlalu naïf jika
menyalahkan anak-anak atas apa yang mereka perbuat. Karena pada dasarnya, apa
yang anak-anak lakukan adalah tiruan dari apa yang dilakukan orang dewasa. Jadi
jika anak-anak merokok, itu adalah bentuk tiruan mereka terhadap apa yang orang
dewasa lakukan. Jika anak-anak pukul-pukulan dengan temannya, itu adalah tiruan
dari apa yang pernah ia lihat dilakukan oleh orang dewasa. Jika anak-anak
memaki dan membentak, sesungguhnya mereka sedang meniru apa yang pernah mereka
lihat dan dengar dari orang dewasa. Kenapa? Karena mereka tak pernah di
ciptakan untuk menjadi sampah! Hidup di tengah-tengah sampah lah yang membuat
mereka besar sebagai sampah!
Nb: jangan mulu kalian yang menampar kami, sekali-sekali
boleh dong kami tampar kalian dengan kata-kata? Hanya agar kalian berhenti
menyalahkan kami dan menganggap remeh kami, sang berlian setengah jadi.
Nb lagi: ini tamparan untuk yang benar-benar melakukannya. yang merasa akan marah dan mungkin memaki saya, tapi yang tidak merasa melakukan tak akan marah apalagi sampai memaki saya. ingat, saya masih anak-anak, saya dilindungi oleh hukum :)