Pages

Jumat, 28 Februari 2014

rokok

Rokok

Ada yang gak kenal?

Hahaha, gak mungkin gak kenal ya. Sekarang ini, anak kecil yang baru bisa ngomong aja udah tau rokok itu apa. Dari mulai SD sampai SMA pasti kenal sama puntung kecil menjijikan yang satu ini. Ironis. Satu-satunya kata yang tepat untuk menggambarkan betapa Indonesia dilanda krisis orang-orang cerdas yang benar-benar berpendidikan. Anggota legislatif sibuk memperdebatkan hal-hal yang tak kunjung selesai, sedangkan lembaga eksekutif diamnya tak lagi bekerja secara nyata. Tak ada yang bisa di percaya sekarang. Untuk urusan puntung yang satu ini saja, pemerintah seolah-olah turun tangan secara sembunyi-sembunyi. Tak benar-benar berniat membereskannya hingga tuntas. Dan lagi, untuk ke sekian kalinya dalam tragisnya kehidupan di Indonesia, anak-anak jadi korban.

“dek, beliin bapak rokok seribu di warung” seolah-olah bukan kata-kata yang tabu untuk diucapkan kepada seorang bocah umur lima tahun. Peringatan “merokok membunuhmu” seolah-olah hanya pepesan kosong, gertakan tak berarti. Poster “tubuh seorang perokok” yang di pajang di setiap instansi pemerintah hanya tinggal gambar seorang cacat beserta tulisan-tulisan kecil yang membosankan. Takut? Tidak!. Poster-poster “ayah bisa beli rokok tapi tak bisa menyekolahkanku” tak mempan. Perhitungan matematis tentang banyaknya biaya yang dihabiskan untuk rokok juga tak membuat kaget apalagi kapok. Keinginan berhenti merokok hanya sebatas keinginan tanpa usaha. Merokok di tempat umum tak jadi soal, walaupun ada beberapa kota yang mengeluarkan perda berisi hukuman pidana bagi orang yang merokok di tempat umum. Tapi perda tinggal perda, hanya kata-kata di atas selembar kertas.  

Anak-anak dan remaja yang merokok dibilang sampah masyarakat, tak berguna, bodoh, tak berpikir, percuma sekolah, dan jutaan makian lainnya diluncurkan dari mulut busuk orang dewasa, tak peduli yang merokok atau tidak. Dari mulai mahasiswa sampai bapak-bapak dan ibu-ibu. Ironis. Ya, sekali lagi ironis. Hidup di Negara yang mati segan hidup tak mau memang menyedihkan. jika mereka yang dibawah umur melakukan kejahatan dan dituduh sampah, lantas bagaimana dengan mereka yang sudah bukan anak-anak lagi? Orang dewasa. Mereka bertindak seolah-olah mereka paling hebat, paling pintar! Tapi nyatanya? Semua yang mereka lakukan mencerminkan kalau mereka adalah sampah yang sebenarnya! Mau bukti?

Buah jatuh tak jauh dari pohonnya kan? Itulah mengapa jika ayahnya merokok, anak-anaknya akan memiliki kecenderungan untuk melakukan hal yang sama. Apalagi ketika masa kecil sang anak dikelilingi asap rokok ayahnya sendiri. Sudah sampah, pembunuh pula. Masih berani bilang sayang anak? Cih! Hanya orang tak punya akal yang masih bisa bilang begitu setelah menjadi pembunuh untuk anaknya sendiri.

Berlian seindah apapun jika dilempar ke gundukan sampah baunya akan tetap seperti sampah kan? Begitupun dengan anak-anak, walaupun mereka dibesarkan oleh ayah yang bebas dari asap rokok, tapi jika mereka di lempar ke lingkungan dimana sebagian besar orangtua teman-temannya merokok, mau tak mau mereka akan penasaran dan mencoba kan? kalaupun tak mencoba, pasti pernah terbersit niat untuk mencoba. Hanya yang kuat akal dan imannya lah yang mampu menciptakan perisai kuat dan tak akan terpengaruh oleh kelakuan teman-teman sebayanya.

Kalau sudah begitu, siapa yang harusnya disalahkan? Anak-anak? Teman-teman anak-anak?  terlalu naïf jika menyalahkan anak-anak atas apa yang mereka perbuat. Karena pada dasarnya, apa yang anak-anak lakukan adalah tiruan dari apa yang dilakukan orang dewasa. Jadi jika anak-anak merokok, itu adalah bentuk tiruan mereka terhadap apa yang orang dewasa lakukan. Jika anak-anak pukul-pukulan dengan temannya, itu adalah tiruan dari apa yang pernah ia lihat dilakukan oleh orang dewasa. Jika anak-anak memaki dan membentak, sesungguhnya mereka sedang meniru apa yang pernah mereka lihat dan dengar dari orang dewasa. Kenapa? Karena mereka tak pernah di ciptakan untuk menjadi sampah! Hidup di tengah-tengah sampah lah yang membuat mereka besar sebagai sampah!



Nb: jangan mulu kalian yang menampar kami, sekali-sekali boleh dong kami tampar kalian dengan kata-kata? Hanya agar kalian berhenti menyalahkan kami dan menganggap remeh kami, sang berlian setengah jadi.
Nb lagi: ini tamparan untuk yang benar-benar melakukannya. yang merasa akan marah dan mungkin memaki saya, tapi yang tidak merasa melakukan tak akan marah apalagi sampai memaki saya. ingat, saya masih anak-anak, saya dilindungi oleh hukum :)

Jumat, 21 Februari 2014

me nu lis

Menulis?
Hah! Aku bukan pujangga, katamu
Untuk apa memberitahu orang-orang tentang apa yang kurasa? Mereka takkan mengerti!
Menulis?
Tentang apa?
Cinta?
Aku bukan teenlit berjalan!
Bukan pula tokoh-tokoh fantasi dalam dongeng!
Kehidupanku nyata dan aku tak perlu menuliskannya agar orang lain tahu
Lagi pula aku tak pandai merangkai kata-kata
Aku bukan penyair
Aku pusing jika harus berhadapan dengan huruf-huruf yang tercetak di keyboard
Dan lagi, menulis hanya membuang waktu dan tak menyelesaikan masalahku!


Itukah yang kau pikirkan saat ku lemparkan satu kata ajaib kepadamu?
Ya, menulis.
Mengapa begitu rendah di pikiranmu? Benarkah menulis hanya akan membuang waktumu yang berharga?
Ku pikir tidak.
Ah, kau tak tahu apa-apa! Pikiran kita berbeda!, katamu
Oke oke aku mengerti, atau setidaknya mencoba mengerti mengapa kau tak ingin menulis
Pandangan kita tentang tulisan berbeda
Aku menganggapnya hiburan dan kau menganggapnya siksaan.
Tersiksa jika harus duduk manis di depan laptop dan menekankan kesepuluh jarimu pada huruf-huruf yang tercetak di keyboard, merangkai kata, menyusun kalimat
Tidakkah kau mencari tahu kenapa kau begitu tersiksa jika harus menulis?
Bolehkah aku memberimu satu kemungkinan jawaban mengapa kau tersiksa?
Mungkinkah kau memikirkan bagaimana pendapat orang lain mengenai tulisanmu nanti saat kau menulis?
Jika iya, pantaslah kau tersiksa.
Pernah dengar cerita tentang seorang ayah, anak dan seekor keledai?
Jika belum, carilah di google. Aku akan langsung ke permasalahan yang kau hadapi
Makna dari cerita itu adalah, jika kau mendengarkan apa kata orang lain, kau takkan pernah jadi dirimu sendiri!
Mulai mengerti apa yang kumaksud?
Jika kau memulai untuk menulis, setidaknya pikirkanlah bahwa yang kau tulis adalah apa yang benar-benar ingin kau tulis. Bukan apa yang orang lain ingin kau untuk menuliskannya!
Kau harus jadi dirimu sendiri di depan laptopmu saat bergelut dengan kalimat-kalimat yang akan kau bentuk menjadi sebuah tulisan, mahakarya.
Jangan dulu pedulikan apa yang orang lain akan pikirkan tentangmu nanti.
Mereka bukan tuhanmu, biarlah mereka berkicau dan jika mereka tak suka, itu masalah mereka dan bukan masalahmu!
Kau bebas berekspresi dengan tulisan, kau bebas mengungkapkan perasaanmu lewat kalimat-kalimat yang walaupun orang lain tak mengerti maksudnya, mereka yang benar-benar peduli akan menghargaimu.
Lagipula, menulis bukanlah seberapa banyak orang lain membaca tulisanmu.
Menulis adalah seberapa berani kau menjadi dirimu sendiri.
Jadi, jangan pernah pikirkan orang lain saat kau menulis.
Pikirkan dirimu sendiri, buat dirimu nyaman, dan kau akan temukan orang-orang yang sama sepertimu dan mengerti dirimu.

Mulailah menulis, dan tunggu keajaiban apa yang akan datang padamu!

Senin, 17 Februari 2014

Tampar saja!

Tampar saja aku!

Tampar sampai kau puas dan aku tak lagi berdarah!

Biar semua orang tahu aku bukanlah apa-apa jika disandingkan denganmu!

Buat aku jatuh! Lumpuh!

Agar tak lagi berdiri menantangmu!

Cabut saja nyawaku!

Buat aku bunuh diri karena tak sanggup menyaingi kehebatanmu!

Hingga tiba saatnya nanti, kau harus datang ke pemakamanku!

Karena akan kutarik kau ke kuburanku!

Dan lihat! Kau harus lihat saat aku bangkit dan jadi lebih kuat darimu!

Lihat baik-baik dari dalam kuburku saat aku ambil alih tempatmu!

Sabtu, 15 Februari 2014

rindu #1

jika keriduan hanya akan menggoreskan luka, lebih baik pergi dan cari penyembuhnya.
jangan hanya diam di tempat, karena diam hanya akan memperparah luka.

bukan pergi, yang sekarang hilang bukannya pergi untuk selamanya
ia hanya menunggu saat yang tepat untuk kembali membawa jutaan cerita bahagia dan jutaan luka yang hadir di setiap bahagia itu
dan tugasmu hanya menunggunya, bukan menunggu dengan tak melakukan apa-apa
tapi menunggu dengan berusaha mewujudkan semua mimpi mu
meneriakkan nama mu pada dunia dan bersinar
ya, bersinar agar semua orang menemukanmu
bersinar agar kelak ia takkan susah-susah mencari tahu keberadaanmu dan langsung menemuimu jika ia ingin bertemu
sudahlah, lupakan dulu kenangan tentang manisnya hidup kalian saat masih bersama dulu
saat yang satu masih mempengaruhi hidup yang lain
sekarang semuanya berbeda
banyak dari kalian terpisah
dan yang satu tak lagi berpengaruh terhadap kehidupan yang lain
percayalah, walau kalian pernah berkaitan erat satu sama lain, menggenggam tangan satu dengan yang lainnya, hidup ini terlalu mudah jika hanya ada kalian didalamnya
mungkin sedikit diantara kalian yang masih bertahan, masih menganggap bahwa ikatan antar kalian tak pernah putus
tapi kau tak pernah tahu apa yang akan terjadi kan? kau tak pernah tahu apa yang ada di dalam tiap-tiap hati manusia yang kau cinta kan?
bisa saja dia berharap tak pernah mengenalmu
bisa saja dia tak ingin lagi bertatap muka atau bahkan mendengar suaramu
kau tak pernah tahu kan?
jika dia begitu membencimu dulu dan sekarangpun masih membencimu
atau jika dia sangat menyayangimu dan sebenarnya tak ingin berpisah darimu

kau tak pernah tahu, siapa yang pura-pura tegar dan siapa yang pura-pura bersedih atas perpisahan yang kalian alami