Pages

Jumat, 27 Februari 2015

komentar telah dihapus



Lagi blogwalking, tiba-tiba pas baca satu tulisan, kamu lihat dibawahnya ada komentar yang dihapus sama sang empunya blog. Penasaran ya?  Begitu juga dengan aku!
Pernah suatu ketika, saat asyik-asyiknya blogwalking di sebuah blog, aku menemukannya. Awalnya aku membuka blog tersebut karena memasukkan salah satu keyword yang menurutku menarik, di google yang kemudian memunculkan link blog tersebut, yah sebut saja namanya blog Mawar.
Aku kira gaya tulisa blog mawar biasa saja, tapi ternyata tidak! Saat membaca tulisan-tulisan Mawar, aku memastikan bahwa aku akan menjadi pengunjung tetap blog ini. dan benar saja, tiap hari aku selalu membaca tulisan-tulisan Mawar dalam blognya yang menurutku laris manis karena banyak sekali komentar yang masuk. Komentar yang tak pernah kubaca karena kurasa kurang penting dan isinya pasti tidak jauh berbeda dari pemikiranku. Pujian atau masukan tentang tulisan Mawar yang mmenurutku sudah cukup sempurna sehingga bisa menjadi alasan untukku yang melihat mood sebagai penyumbang niat terbesar atas semua hal bukan kewajiban yang kulakukan, mengunjugi blognya dan membaca tulisannya tiap hari. Aku juga sudah bisa menebak komentarnya, lantas untuk apa aku membuang waktuku membacanya? Begitu pikiran picikku saat aku masih punya banyak stok tulisan-tulisan Mawar yang belum rampung kubaca.
Tapi ternyata tak butuh waktu lama untukku membabat habis ratusan artikel yang Mawar publikasikan di blognya sedangkan euforia karena menemukan kebiasaan baru saat berselancar di internet belum juga hilang. Dan disitulah bencana mulai muncul. Aku yang mendadak kepo dengan cara Mawar berinteraksi dalam dunia setengah nyata, mulai membabat habis kommentar-komentar yang banyak orang tinggalkan di tulisan-tulisannya. Walaupun benar sekali apa yang kukira dulu. Komentar-komentarnya hanya formalitas belaka. Numpang eksis. Tapi tunggu. Ada yang aneh saat akhirnya aku membaca komentar-komentar pada postingan Mawar yang ke tiga kalinya. Selalu ada komentar yang dihapus. Awalnya aku hanya sedikit penasaran. Siapa yang berkomentar? Komentar seperti apa? Rasis kah? Menghina kah? Ah sudahlah. Tapi jemariku gatal ingin menyelidiki.
Akhirnya kuputuskan untuk membuka postingan postingann Mawar berikutnya dan mencari komentar-komentar yang dihapus tanpa memedulikan komentar lain yang isinya sudah kutahu pasti. Benar saja. Disetiap postingannya selalu ada komentar yang dihapus. Selalu. Tidak pernah ada satupun postingan yang luput dari komentar yang dihapus. Pikiran kurang kerjaanku kemudian berkelana. Mungkinkah ada stalker yang dibenci oleh Mawar? Atau dia sedang memiliki masalah dengan sahabatnya? Apa dia memiliki pacar? Ah, mungkinkah mantan pacarnya? Atau yang lebih parah, mantan suaminya? Bagaimana bisa aku tidak menerka yang tidak-tidak? Postingannya masuk angka ratusan, dan dari ratusan itu tidak ada yang luput dari komentar yang dihapus. Gilak! Imajinasiku mendesakku berpikir lebih liar tanpa keluar dari koridor logis. Akhirnya aku menyerah, daripada habis-habisan menduga suatu hal yang belum tentu kebenarannya, aku memutuskan untuk menanyakannya pada Mawar. Membuat interaksi yang pertama kalinya dengan orang yang tulisannya kukagumi.
Hola, kak Mawar. Aku Rifda, aku sudah baca seluruh tulisan kakak dan aku merasa nyaman membacanya. Aku juga selalu menunggu tulisan-tulisan kakak yang terbaru. Oh iya, kakak punya twitter? Boleh dong follow @rifdarifdah :)
Agak malu sebenarnya mengirim komentar yang berbau sok akrab dan sok asik. Tapi mau bagaimana lagi? imajinasiku menunutku untuk melakukannya. Tiga hari setelah aku mengirim komentar di salah satu postingannya yang agak lama, aku mulai melupakannya karena banyak hal yang kukerjakan. Tapi saat aku membuka twitter pada malam harinya, aku dikejutkan olehnya yang mem follow akun twitterku dan mention darinya masuk sebelum aku sempat mengilangkan asa terkejutku.
Halo, @rifdarifdah . Terimakasih sudah berkenan baca tulisan saya. Salam kenal :)
wah! Aku melupakan bukan berarti tak menunggu jawaban. Langsung saja, demi mengobati rasa penasaranku yang bangkit kembali, aku menanyakan hal yang sejak awal ingin kutanyakan melalui DM ke akun twitternya
kak, maaf ya kalau kepo hehehe tapi kok aku liat di semua postingan tulisan kakak selalu ada komentar yang dihapus ya? Apa emang ada orang yang gak suka sama tulisan kakak? Padahal menurutku, tulisan kakak udah bagus banget. Hehe
to the point. Bukan karena gak punya adab tapi memang karena tingkat ke kepo an ku sudah mencapai batas maksimum. Kok bisa, dari ratusan postingan, gak pernah ada satupun postingan yang absen dari komentar yang dihapus. Segitu ada orang yang gak suka banget kah sama dia sampai dengan rajinnya mengomentari ratusan tulisannya? Segitu jelekkah tulisannya dimata orang lain sampai ada yang memaki atau tega-teganya menulis komentar mengejamkan di postingannya? Terus dan terus pikiranku membawaku pada spekulasi-spekulasi yang membuatku benar-benar penasaran setengah mati. Tak butuh waktu lama, ia membalas DM ku
hahaha, ternyata ada juga yang perhatiin dan penasaran. Ayo tebak itu siapa :D
waah, ini yang gak aku suka. Tebak-tebakan ketika rasa penasaranku mencapai puncaknya. Masalahnya ini bukan hal yang penting, gak berpengaruh apapun dalam hidupku dan aku Cuma mau mengobati rasa penasaranku.
Ah kaaaak, nyerah lah kak nyerah. Aku penasaran banget
Biarlah. Kalau ia tak berkenan memberitahuku, aku takkan menanyakannya lagi.
Hmm, sebenarnya kakak ragu mau kasihtau kamu dek, tapi biarlah. sebenarnya komentar yang dihapus itu, komentar yang kakak tulis sendiri dek.
Haaaaaaaaaa?
Aku melongo dan hanya mampu membalas “haaa”
Entah knp pngn aja punya blog yg beda dr yg lain. Awalnya kakak bingung gmn mau buat blog kakak beda dr yg lain tanpa kakak hrs usaha lebih.
Akhirnya 1x waktu kk lg baca2 blog org&lihat komentar yg dihapus, mnda2k kk kepikiran utk m’cirikan blog kk dgn sll ada komentar yg dihapus
Awalnya kakak mikir, ih aneh banget. Tapi ternyata setelah dijalani gak seaneh itu kok.
blog kakak jadi punya ciri khas yang benar-benar beda dari yang lain tanpa kakak harus mengeluarkan usaha lebih :)
wah bahaya nih orang. Aku sudah sampai penasaran setengah mati mengira ada hal-hal menakjubkan dibalik komentar-komentar yang dihapus. Tapi ternyata? Itu cuma ulah si empunya blog yang punya cara berpikir aneh. Tapi bagus juga sih, jadi ngebuat aku sadar betapa mudah nya aku berprasangka buruk sama hal-hal yang sepele bahkan gak penting dan gak ada hubungannya denganku. Ampuni aku ya Allah.

Selasa, 17 Februari 2015

ah, jilbab



Kemarin pagi seorang sahabat lama mengajakku bertemu di sebuah mall, meminta untuk menemaninya ke salah satu butik baju muslim di mall tersebut siang nanti, dan tanpa berpikir panjang aku meng iya kan ajakannya. Dengan bekal ilmu kalau pasar adalah tempat yang disukai oleh jin dan dengan bujuk rayu yang dilancarkan oleh setan, aku tidak berpikir dua kali. Entah akan berapa banyak uang yang kuhabiskan. Uang yang jika aku mampu berpikir dua kali, takkan habis untuk hal yang sia-sia.

Jadilah siangnya, aku menemaninya ke mall tersebut. Menunggunya di depan mall dan melihat wajahnya penuh senyum menghampiriku yang menunggunya selama 15 menit membuat segala kerinduan yang kemarin membuncah, menguap begitu saja. Tergantikan kebahagiaan tiada tara karena Allah pertemukan kembali dengan salah seorang hambanya yang berhasil membuat bidadari surga cemburu padanya karena ia mampu membuktikan cintanya pada rabbnya, salah satunya dengan menutup auratnya secara sempurna.

“afwan ya da tadi angkotnya ngetem lama banget jadi aku telat. Salahku juga sih gak berangkat lebih awal.” Ucapnya setelah kami bersalaman. Mendengarnya mengucap ‘afwan’ membuat kecintaanku padanya makin dalam. Ia sudah mengerti, dan aku bahagia karenanya.

“iya gakpapa kok, aku juga belum terlalu lama nunggu. Yuk masuk!” ajakku sambil berjalan menuju pintu masuk

“emang mau beli baju kayak apa sih? Bukannya gamismu udah banyak? Khimarmu juga udah lebih dari dua lusin kan?” tanyaku saat kami menaiki eskalator menuju lantai dua, tempat butik itu berada

“hehe iya tapi ada gamis yang kutaksir da, habisnya lucu modelnya” jawabnya sambil nyengir

“eh, da! Kamu juga beli ya? Kita kembaran!” serunya sebelum aku sempat mencerna apa tujuan sebenarnya dari gadis ini saat ia memutuskan untuk menutup seluruh auratnya dengan jilbab dan akhirnya pikiran itu menghilang begitu saja.

“eeh? Enggak deh yaaa. Cukup kamu aja. Nanti kalau aku cocok sama modelnya, baru aku ikut beli, tapi bilang ummi dulu.” Bukannya aku gak mau langsung beli, tapi memang aku gak pernah beli baju tanpa ummiku. Bukan karena aku gak bisa milih baju buat diriku sendiri, tapi lebih karena apa yang aku lihat bagus buatku, terkadang cuma fatamorgana. Sampai saat ini, cuma ummi yang tahu apa yang terlihat bagus untuk kukenakan.

Tak lama, kami pun sampai di butik yang dituju sahabatku dan aku cukup terkejut karena ternyata butik itu lebih dari ramai, sesak! Setelah berdebat cukup panjang dan dengan mengemukakan alasan-alasan yang tak mungkin terjadi dan dilepas dengan wajah cemberut dan paksaan untuk bersumpah agar aku tak ngeloyor pergi ke toko buku, aku berhasil meyakinkan sahabatku untuk masuk kedalam seorang diri dan aku menunggunya dengan tulus di luar butik. Duduk di atas kursi plastik berwarna biru, khas kursi yang berada di warung-warung pecel lele pedagang kaki lima di pinggir jalan. Kursi yang diatur sedemikian rupa agar mudah diangkut kembali saat satpol pp datang tiba-tiba untuk merazia.

Baru sepuluh menit aku duduk disana, ada dua orang remaja putri masuk kedalamnya dengan wajah sumringah. Yang satu berkerudung biru muda dan yang satu hijau muda, dilihat dari tingkahnya, sepertinya masih SMA. Luar biasa, masih SMA tapi sudah menutup auratnya dengan sempurna.

Belum puas aku mengagumi keadaan pemuda muslimah saat ini, gadis berkerudung biru muda berkata pada temannya
 “La, yang ini lucu bangeeeet” katanya sambil memegang khimar bermotif bunga kecil-kecil berwarna warni, khas baju anak TK. Ooo, nama temannya ada “La” nya, Lala kah? Mila? Dila? Haha aku mendadak  tersenyum memikirkan betapa kurang kerjaannya diriku. 

Tapi senyumku kemudian hilang saat “La” berkata
“iyaaaaa, beli aja! Pasti si X langsung klepek-klepek ngeliat lo pake kerudung ini.” 

APAAAA?!!! Si X? cowok? Seketika lidahku kelu, pikiranku membeku. Bagaimana bisa? Lantas aku memutar kembali ingatanku. Saat berdiri di eskalator, saat sahabatku bilang kalau dia naksir salah satu gamis yang katanya modelnya lucu. Dan tanpa pikir panjang aku masuk ke dalam butik itu dan menarik sahabatku keluar. Dengannya yang melayangkan protes, aku hanya bilang aku ingin pergi ke kamar kecil dan memintanya diam dan menemaniku. 

Di kamar kecil, aku memandangnya dan bertanya
“sebenarnya, apa yang kamu pikirkan saat memutuskan untuk berjilbab syar’i?” tanyaku yang tak tahu rasanya membuka auratku di depan mereka yang bukan mahramku karena dari bayi, ummi dan abi menjagaku.

Sahabatku heran, lantas menjawab “untuk menaati perintah Allah lah da, kan kamu sendiri yang bilang waktu itu.” Aku terdiam, membenarkan perkataannya tapi meragukan jawabannya
“yakin karena Allah? Kalau karena Allah lantas untuk apa baju-baju lucu yang kamu beli? Untuk memikat siapa? Untuk membuat siapa memujimu?” cecarku kepada sahabatku yang kemudian terdiam dan terlihat berpikir

“aku begitu senang melihatmu berubah, begitu senang saat kau memberitahuku bahwa hidayah telah datang padamu dan akhirnya kau menutup auratmu secara sempurna sesuai dengan aturan yang ditetapkannya. Aku begitu bahagia saat banyak bertebaran muslimah-muslimah lain yang sepertimu. Hijrah, menutupi seluruh auratnya secara sempurna. Aku begitu dibutakan dengan banyaknya mereka yang berlomba-lomba datang ke kajian tentang islam, begitu terpukau dengan mereka yang berlomba-lomba memanjangkan jilbabnya, bahkan tak jarang memakai niqab tak lama setelah mereka memutuskan berjilbab syar’i. Aku begitu bangga. Tapi tak pernah berpikir mengapa. Aku kira, penjelasan bahwa hidayah telah menghampiri mereka saja, sudah cukup untuk membuatku beristirahat sejenak dari penatnya menyampaikan makna dari QS Al-Ahzab:59 dan QS An Nur:31. Tapi ternyata tidak. Obrolan dua remaja tadi menamparku hingga terjengkang. Dimana aku saat banyak muslimah berhijab bukan karena Allah? Dimana aku saat banyak muslimah tak tahu menahu apa arti dari jilbab? Apa arti dari menutupi dan melindungi kehormatan dan kemuliaan mereka?” dan aku menangis setelah mengutarakan apa yang kupikirkan. Membuat sahabatku yang mendengarkannya terpana sekali lagi. dan aku tak peduli. Aku tak peduli saat dia memelukku dan berkata

“kau benar, da. Aku berjilbab bukan karena Allah memintaku untuk menutupi auratku dan membantu para laki-laki menundukkan pandangannya.”
Dan satu hal yang terus menerus kupikirkan, apa aku yang hina ini berjilbab karena IA memintaku untuk menjaga kemuliaan dan kehormatanku serta membantu para laki-laki menundukkan pandangannya?

Minggu, 08 Februari 2015

serius



Jadi orang tuh jangan terlalu serius, santai aja.
Haha, lo bisa ngomong gitu? 

 
Coba deh pikir, hidup di dunia, berjuang sendirian, itu bukan main-main
Dengan sedikit waktu yang Allah kasih buat kita, banyak amanah yang harus kita lakuin, apakah ada waktu untuk main-main?
Buatmu yang masih ragu sebenarnya apa tujuanmu dilahirkan di sunia, mending cepat-cepat cari tahu deh
Kenapa? Karena secara sadar atau enggak, kamu udah kehilangan banyak waktumu
Dan dengan menghambur-hamburkan waktumu pada hal yang sia-sia, apakah pahalamu bertambah? Apakah tiap langkahmu menambah pundi-pundi rahmat yang Allah turunkan pada hati hati yang senantiasa mengingat-Nya?
C’mon, sudah bukan waktunya main-main dan menghina orang-orang dengan keseriusan dalam tiap langkah kaki mereka
Mereka yang serius, sudah menemukan alasan, untuk apa mereka dilahirkan ke dunia
Mereka sudah menyusun strategi agar kehidupan mereka tidak penuh dengan kesia-siaan
Mereka yang serius, tertawa lebih sedikit dan menangis lebih banyak karena mengingat satu hal
Tiba saatnya nanti, mereka akan dibaringkan di tempat gelap yang sempit, sendirian
Hanya berbekal kain kafan putih, tanpa perhiasan, tanpa corak
Berbantalkan tanah, ditemani cacing-cacing dan belatung
Menunggu
Menunggu malaikat penanya mengucapkan salam dan mulai bertanya
Siapa tuhanmu?
Mereka yang serius, banyak menangis dan sedikit tertawa sangat memahami bahwa pertanyaan siapa tuhanmu bukan pertanyaan sepele
Kau mungkin ingat karena melatihnya berjuta-juta kali di dunia
Tapi kawan
Akhirat bukan lelucon, begitu juga alam kubur
Ia ujian, dimana kau tak bisa licik selicik saat kau ujian di dunia
Kau menghafalnya, tapi yang menjamin kau bisa bersuara untuk menjawab pertanyaan malaikat penanya bukan hafalanmu, melainan imannmu
Kau tak punya iman? jadi jangan harap kau bisa menjawab pertanyaan yang diajukan malaikat penanya
Bukan malah senyum sambutan selamat datang di alam kubur
Melainkan lecutan kilat yang sakitnya tak tertahankan yang akan kau terima
Aku tahu, tahu sekali
Kata-kata, orang yang banyak mengingat kematian dan menangis karena dosa-dosanya adalah orang yang cerdas, tak lagi membuatmu merinding
Aku mengerti, mengerti sekali
Kau selalu melewatkan banyak informasi tentang kematian karena kau takut dan tak mau membuat dirimu memikirkan seberapa banyak dosa yang telah kau timbun tanpa meminta pengampunan dari yang maha pengampun
Kau selalu berkata
Aku akan kuliah, bekerja, menikah, punya anak lalu melihat anak-anakku tumbuh dan menikah
Tapi saudaraku, apa yang telah kau siapkan untuk menghadapi kematianmu?
Amalmu yang banyak?
Tak ingatkah kau kisah seorang pelacur yang mati kehausan di gurun karena memberi seekor anjing air minum dan hal itu membuatnya masuk surga?
Tak ingatkah kau kisah tentang sahabat nabi yang sakratul maut dan tak kunjung dicabut nyawanya hanya karena ia pernah membuat hati ibunya terluka? Hingga rasul memutuskan untuk membakar tubuhnya karena nyawanya tak kunjung dicabut? Hingga akhirnya hal itu diurungan karena kemudian ibunya meridhainya?
Saudaraku, apa yang menurut kita kecil, belum tentu demikian di mata Allah
Apa yang menurut kita besar, pun bisa jadi hanya sebutir debu di mata Allah yang jika ditiup, hilanglah sudah jejaknya
Begitu juga dengan amal dan dosa yang selama ini kita perbuat, dosa yang menurut kita kecil belum tentu demikian dimata Allah
Amal yang menurut kita sangat besar pun bisa jadi hanya sampah dimata Nya, tak masuk hitungan amal kebaikan yang kita lakukan
Lantas dengan apa kita menjawab ketika nanti Allah tanya
Bahagiakah dirimu, hambaku? Saat sedikit waktu dan banyak kesempatan untuk taat kuberikan padamu, kau malah menolaknya mentah-mentah tanpa keseriusan dan terus menerus tertawa seolah-olah duniamu takkan berakhir