Pages

Selasa, 26 Juli 2016

Hening

Bersama malam, kuantarkan rindu padamu.


Ummi.
Aku butuh dikuatkan peluk dari kedua lenganmu.
Abi.
Aku jatuh, lagi. Terluka, lagi. Berdarah, lagi.
Sulit, mi.
Mengembangkan senyum sambil tertusuk pisau.
Aku berair mata, bi.
Dilimpahkan segala kesulitan pada pundakku, aku tak sanggup.
Ummi, abi.
Aku ingin pulang.
Ingin dibelai kepalaku, dikuatkan abi.
Ingin dicium keningku, dibuat tangguh ummi.
Aku kehabisan energi menguatkan dan menegarkan, ummi.
Apa abi tak pernah merasakannya?
Kalau pernah, aku tak percaya.
Tak pernah habis energi abi membuatku menjadi gadis kuat.
Tak pernah habis nyala mata ummi membuatku menjadi gadis sekeras ini.
Ummi, abi.
Apa seorang sulung tak boleh melemah?
Apa seorang kakak tak boleh bersandar?
Apa seorang pemimpin, tak boleh berderai air mata karena kelelahan memikul tanggung jawab?
Kalau tidak, tak apa.
Asal ummi dan abi ada.
Ada untuk mencegah sulungmu melemah, jatuh lalu menangis.
Tak apa kalau tak boleh bersandar.
Asal ummi dan abi melihat.
Melihat kaki sulungmu yang berlari, agar ia tak tersandung satu dengan yang lainnya.
Tak apa kalau tak boleh basah mataku.
Asal ummi dan abi bersuara.
Untuk sekedar menjadi pengingat bahwa uhibbuki fillah yang ummi dan abi bisikkan itu nyata. Bahwa kuat dan mampu yang ummi abi katakan itu memang aku.
Ummi, abi.
Tapi sulungmu tetap ingin pulang.
Sudah habis kuatnya, sudah lelah hatinya.
Ummi, abi.
Ummi.
Abi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar