“mbak ayo beli martabaak” bocah kecil itu merajuk. Memaksa lebih
tepatnya
“mbak capek dek, besok aja” aku tak bohong, aku benar-benar
lelah. Akhir-akhir ini banyak kegiatan diluar yang menuntutku menguras tenaga.
“ahelah mbaaaaak. Ayook” nekat. Si cerewet itu malah mengenakan
kerudungnya dan menyeretku bangun dari tempat tidur. Ya, malam itu kami di
rumah hanya berempat. Aku, Irfan adikku yang kedua, Afif adikku yang ketiga dan
Afnan adikku yang keempat satu-satunya adik perempuanku, Hafizh adikku yang
pertama sudah balik ke pesantrennya di subang sedangkan Ummi dan Abi sedang ada
acara di luar.
“ck. Emang kunci motornya udah ketemu?” aku berdecak sebal. Abi
memang orang yang sembrono, dan sifat itu diturunkan padaku. Tadi sebelum Ummi dan
Abi berangkat, kami berenam(walaupun aku Cuma membantu secara asal karena
benar-benar lelah) sibuk mengobrak-abrik rumah mencari kunci motor Abi yang
hilang entah kemana. Lupa katanya, penyakit lama yang senang kambuh-kambuhan
dalam waktu yang sangat tidak tepat. Kunci motor itu tinggal satu-satunya,
belum sempat dibuat duplikatnya. Terakhir kali dipakai ya sama Abi, mengantar
irfan dan afif ke tukang cukur bakda ashar tadi. Seisi rumah sudah kacau balau
dan pencarian terburu-buru itu berakhir tragis ytanpa hasil, dan akhirnya Ummi
dan Abi berangkat menggunakan motor mio Ummi yang sudah tak layak pakai. Sampai
sekarangpun irfan masih mencarinya, lihat saja. Bak cucian kotor sudah
diaduk-aduk, tapi kunci motor Abi tak juga ditemukan. Duh, sebenarnya kasihan
melihat adik-adikku yang menyebalkan mondar-mandir mencari kunci motor
sedangkan aku leha-leha diatas tempat tidur, berkelana di timeline sampai
akhirnya..
“mbak! Bantuin cari napa!” Afif ngomel, bocah yang satu ini
memang paling rusuh dibandingkan dengan adik-adikku yang lain. Hiperaktif. Benar-benar
mendapat nilai sempurna untuk adik paling menyebalkan sejagad raya.
“males. Mbak capek” kataku acuh tak acuh, biar saja. Toh aku
tak mau martabak keju susu kesukaan bocah-bocah tengil itu, juga sedang tak
dalam mood yang bagus untuk memasukkan lembar demi lembar rumput laut mama suka
yang biasa kami beli ke dalam mulutku.
“mbak, ini harus mbak yang nyari.” Irfan buka suara. Tak biasanya
adikku yang paling jenius ini berkomentar, tak biasanya ia membantah,
menggangguku. Benar-benar tak biasanya.
“emang kenapa sih kalo Irfan sama Afif yang nyari? Mbak capek
tau. Lagian sama aja kalo mbak yang nyari juga gak bakal ketemu. Orang tadi Abi
sama Ummi udah nyari di semua tempat.” Aku akhirnya bangun dari tempat tidur,
tak tega jika sudah Irfan yang merengek. Aku berpikir, dimana biasanya Abi
menaruh kunci motor, langkah pertama aku beranjak ke lemari. Membuka pintunya,
mengacak-acak tumpukan kertas yang sudah acak-acakan dan menemukan kunci itu. Aku
jadi merasa bersalah, coba sejak tadi kugunakan akalku untuk menemukan kunci
motor Abi. Pasti adik-adikku takkan kelelahan mencari seperti sekarang.
“ayok siap-siap, udah ketemu nih.” aku keluar dari kamar Abi dan Ummi sambil memamerkan kunci motor yang akan menyelamatkan keinginan mereka makan martabak malam ini.
“tuhkaaaaan, emang mbak yang harusnya nyari kunci itu. Buktinya
langsung ketemu.” Seru Afnan riang. Ya, memang ternyata harus aku yang mencari
kunci itu dan menemukannya karena aku si sulung, sulung yang harapan-harapan keluargaku banyak bergantung padaku J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar