Aku masih tak bisa mengerti bagaimana hidupku yang dulu
kususun sedemikian rupa hingga aku yakin seratus persen tak ada sekecil apapun
celah yang bisa membuatnya berantakan, dalam sekejap berputar tiga ratus enam
puluh derajat.
Tak bisa dibilang hancur, tapi bisa dibilang sangat tidak
sesuai rencana. Sangat sangat sangat
tidak sesuai rencana.
Aku pikir rencana yang kubuat akan menjadi takdirku,
setidaknya salah satu dari rencana-rencana itu akan jadi sesuatu yang
benar-benar akan kulakukan. Tapi pada kenyataannya, detik ini, aku menjalani
sesuatu yang tanpa rencana. Sedikitpun tanpa rencana.
Oh maaf, aku bukannya mengeluh atau menyalahkan tuhanku atas
takdirku, aku hanya berbagi. Berbagi kepada kalian yang belum pernah hidup
tanpa rencana setelah kehilangan seluruh rencana-rencana yang menari-nari dalam
kepala.
Aku dulu angkuh dan terlalu mencintai diriku sendiri.
Aku yang dulu tak pernah tak berhasil dapatkan apa yang aku
inginkan.
Aku yang dulu selalu memandang remeh teman-temanku yang tak
memperlihatkan taringnya kepadaku.
Aku yang dulu selalu mendominasi.
Aku yang dulu terlalu ambisius.
Aku yang dulu tak pernah mau mengalah jika menyangkut
prestasi.
Dan semua sifat itu membuatku benar-benar diatas angin.
Terbang setinggi-tingginya. Aku tak lagi punya harapan, yang aku punya adalah
kepastian. Yang aku katakan akan jadi nyata. Yang aku pikirkan akan berubah
jadi gerakan. Sungguh, benar-benar seperti tak punya tuhan untuk menggantungkan
semua rencana-rencanaku. Aku dikuasai ego.
Dan itu menghancurkanku.
Awalnya aku tak sadar, ketika satu dari sekian banyak
rencana ku gagal. Awalnya ku kira aku akan berhasil pada rencana ke dua atau ke
tiga karena biasanya selalu begitu. Tapi ternyata tidak, sampai rencanaku yang
terakhir, aku gagal. Kaget? Sangat! Dunia sekan mentertawakanku. Tuhanku
menamparku! Keras! Sangat keras hingga aku terjungkal dan tak sanggup bangun
untuk beberapa saat. Hingga akhirnya aku sadar, aku kalah. Pertama kalinya
dalam hidupku aku kalah karena kebodohanku sendiri. Kekalahan besar! Menyangkut
masa depanku yang harusnya sudah pasti sekarang. Aku menangis, bukan karena
teman-temanku menang dalam pertempuran ini. Melainkan karena aku kecewa pada
diriku sendiri. Kecewa karena tak sedari dulu aku sadar kalau aku sudah
keterlaluan. Awalnya aku hanya ingin jadi gadis yang kuat. Gadis hebat yang
kata-katanya selalu didengar oranglain. Tapi lama kelamaan hal itu jadi racun.
Mematikan, sangat mematikan dan tak ada penawarnya selain kekecewaan. Dan sekarang,
disinilah aku. Diterangi sinar dari laptop yang menyala ditengah ruangan gelap.
Menulis. Menceritakan kebodohanku pada oranglain, dan menangisi diri sendiri. sang ratu telahy terperosok keselokan bersama dengan jubah kebesaran dan mahkota kebanggaannya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar